get app
inews
Aa Text
Read Next : Mantan Pejabat Pemkot Surabaya Ditahan, Diduga Terkait Gratifikasi Rp3,6 Miliar

Kuasa Hukum Sebut Penetapan Tersangka Eks Direktur Polinema Dinilai Prematur, Ini Alasannya

Kamis, 12 Juni 2025 | 17:36 WIB
header img
Kuasa hukumnya, Didik Lestariyono, SH, MH, menilai langkah tersebut tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan hukum. Foto iNewsSurabaya/lukman

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Penetapan status tersangka terhadap Awan Setiawan, mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) periode 2017–2021, oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menuai sorotan. Kuasa hukumnya, Didik Lestariyono, SH, MH, menilai langkah tersebut tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan hukum.

“Kami memandang penetapan tersangka ini sebagai langkah prematur, tidak proporsional, dan tidak mencerminkan asas due process of law,” ujar Didik, Kamis (12/6/2025).

Didik menegaskan bahwa perkara ini berkaitan dengan pengadaan tanah seluas 7.104 meter persegi di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Lahan tersebut terletak berdampingan dengan aset milik Polinema dan telah masuk dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema 2010–2034.

“Lahan ini strategis, datar, dan siap bangun, sehingga sangat ideal untuk pengembangan pendidikan tinggi vokasi,” jelasnya.

Proses pengadaan dilakukan secara terbuka dan akuntabel oleh Tim Pengadaan Tanah atau “Tim 9”, yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur. Tim ini terdiri dari pejabat struktural internal kampus yang menangani seluruh tahapan pengadaan, mulai dari survei, penilaian harga, hingga transaksi.

Didik menyebut bahwa harga tanah sebesar Rp6 juta per meter persegi sudah mencakup pajak dan dinilai wajar, sesuai dengan harga pasar yang diperoleh dari Kelurahan, Kecamatan, dan Kantor Pertanahan (BPN). Ia juga menekankan bahwa Awan Setiawan tidak pernah melakukan negosiasi langsung dengan pemilik lahan.

“Semua kewajiban pajak, seperti BPHTB dan PPh, sepenuhnya ditanggung oleh penjual, bukan Polinema. Ini menunjukkan tidak ada pelanggaran dalam pengeluaran dana negara,” tegas Didik.

Menurutnya, setelah transaksi, dilakukan penandatanganan Akta Pelepasan Hak dan lahan telah disertifikasi atas nama negara serta tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN). Artinya, secara administratif dan hukum, proses pengadaan telah sah.

“Masalah ini muncul karena pimpinan Polinema berikutnya menghentikan pembayaran sisa harga lahan setelah klien kami tidak lagi menjabat,” ujarnya.

Akibat penghentian pembayaran, pemilik lahan membawa kasus ini ke ranah perdata. Mahkamah Agung (MA) pun menyatakan bahwa transaksi tersebut sah secara hukum dan mengikat secara keperdataan.

Hingga kini, belum ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara dalam transaksi tersebut. Oleh karena itu, Didik menilai penetapan status tersangka terhadap kliennya tidak berdasar.

“Menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa bukti adanya kerugian negara adalah tindakan tergesa-gesa dan bertentangan dengan prinsip keadilan hukum,” pungkasnya.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut