Peringati HUT RI ke-80, Warga Surabaya Bancaan Tumpeng Raksasa, Pemkot Lawan Penjajahan Modern
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Semarak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia terasa istimewa di Kota Surabaya. Malam tirakatan yang digelar warga di berbagai kampung diwarnai dengan beragam tradisi, mulai dari doa bersama hingga pemotongan tumpeng.
Salah satu perayaan unik datang dari Kelurahan Semolowaru. Warga setempat kompak membuat tumpeng raksasa berbahan 25 kilogram beras. Hasil tumpeng tersebut kemudian disantap bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur atas perjuangan para pahlawan.
“Semua warga ikut urunan dan gotong-royong. Setelah tumpeng selesai, kami nikmati bersama-sama,” ujar Totok Buhari, Ketua RT 01 RW 02 Semolowaru. Ia menambahkan, malam itu juga dilengkapi pembagian doorprize hasil inisiatif karang taruna setempat.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Surabaya mengadakan tasyakuran HUT ke-80 RI bersama Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kota Pahlawan. Acara berlangsung di depan rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam, pada Sabtu (16/8/2025) malam.
Dalam kesempatan tersebut, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa perjuangan belum selesai. Menurutnya, kemerdekaan sejati akan tercapai bila Surabaya terbebas dari kemiskinan, stunting, serta kesenjangan sosial yang disebutnya sebagai bentuk “penjajahan modern”.
“Kalau tahun 1945 eyang-eyang kita berjuang melawan penjajah, maka sekarang perjuangan kita adalah melawan kemiskinan, melawan anak-anak putus sekolah, dan melawan stunting. Itu bentuk penjajahan masa kini yang harus kita taklukkan,” tegasnya.
Eri juga mendorong generasi muda, khususnya Paskibraka, untuk menjadi motor penggerak program Kampung Pancasila. Program ini ditujukan agar setiap wilayah di Surabaya bebas dari kesenjangan sosial.
Sejarah Proklamasi Kembali Dikenang
Suasana malam semakin khidmat ketika Ketua LVRI Kota Surabaya, Kol. Laut (Purn) Gitojo, membagikan kisah perjuangan menuju proklamasi 17 Agustus 1945. Ia mengisahkan bagaimana perbedaan pandangan antara golongan tua dan muda, yang akhirnya memuncak pada peristiwa Rengasdengklok.
“Kalau saat itu kita tidak memproklamasikan kemerdekaan, risiko terbesar adalah dijajah lagi. Karena itulah para pemuda ngotot mendorong Soekarno-Hatta untuk segera menyatakan Indonesia merdeka,” kenang Eyang Gitojo.

Ia menutup kisahnya dengan pesan bagi generasi muda agar tidak hanya menikmati hasil kemerdekaan, tetapi juga berani menghadapi tantangan baru.
Acara tirakatan tersebut juga ditandai dengan penyerahan piagam penghargaan dari LVRI kepada Wali Kota Surabaya sebagai bentuk apresiasi atas perhatian Pemkot kepada para pejuang. Malam peringatan kemudian ditutup dengan pemotongan tumpeng serta penyerahan bantuan kepada veteran, simbol penghormatan atas jasa mereka bagi bangsa.
Editor : Arif Ardliyanto