Pengusaha Warung dan Oknum Mantri Bank di Kediri Terjerat Kredit Fiktif, Nilainya Capai Rp4,8 Miliar
KEDIRI, iNewsSurabaya.id – Dugaan korupsi kredit fiktif kembali mencuat di Kediri. Seorang pengusaha warung makan berinisial YW bersama oknum pegawai bank berinisial YP resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kediri menemukan bukti kuat keterlibatan keduanya dalam praktik ilegal tersebut. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp4,8 miliar.
Penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (11/9/2025). Keduanya langsung digelandang ke Lapas Kelas IIA Kediri untuk menjalani penahanan selama 20 hari pertama.
“YW dan YP resmi kami tetapkan sebagai tersangka kasus korupsi kredit fiktif. Berdasarkan penyidikan, perbuatan mereka menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah,” ujar Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Kediri, Iwan Nuzuardhi.
Kasus ini bermula pada 2022. Saat itu, YW yang tengah terhimpit masalah keuangan gagal mengajukan pinjaman bank atas namanya sendiri. Ia kemudian menggunakan identitas pihak lain untuk mengajukan kredit. Pinjaman itu berhasil cair berkat bantuan YP, seorang mantri di Bank BUMN Unit Kras.
Dana pinjaman yang semestinya untuk debitur sah sepenuhnya dipakai oleh YW. Parahnya, ketika kredit pertama macet, ia kembali mengajukan pinjaman fiktif berikutnya dengan pola serupa untuk menutup tunggakan sebelumnya.
Proses pencairan kredit juga melibatkan IR, pejabat pemutus kredit, yang tetap menyetujui meski dokumen tidak sesuai fakta. Skema ini terus berulang hingga akhirnya audit internal bank pada 2023 membongkar adanya penyimpangan besar.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 04/LHP-INV/KAP-WH.2.1217/08/2025 tertanggal 20 Agustus 2025, praktik kredit fiktif ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.855.000.000.
Kejari Kediri menegaskan pihaknya masih menelusuri kemungkinan keterlibatan aktor lain dalam kasus ini. “Kami berkomitmen mengusut tuntas, tidak ada toleransi untuk tindak korupsi, apalagi menyangkut penyalahgunaan dana perbankan milik negara,” tegas Iwan.
Saat ini, penyidik masih terus memeriksa sejumlah saksi tambahan, termasuk pejabat bank lain yang diduga mengetahui proses pencairan kredit. Jika terbukti, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi dunia perbankan agar memperketat sistem pengawasan kredit, sekaligus mengingatkan masyarakat untuk tidak tergoda praktik pinjaman ilegal yang merugikan negara dan berisiko hukum berat.
Editor : Arif Ardliyanto