Pariwisata Pulau Bawean tidak akan habis untuk dinikmati. Banyak orang bilang, Bawean merupakan pulau indah yang masih tersembunyi. Untuk menikmati pulau ini, butuh waktu cukup lama supaya benar-benar mengetahui secara detail wisata yang ada di sana.
“Tidak bisa sehari atau tiga hari untuk bisa menikmati Pulau Bawean. Satu minggu baru bisa merasakan indahnya disana (Pulau Bawean),” kata Zaenab Maltufah, wisatwan asal Kota Surabaya.
Ia mengaku pernah datang ke Pulau Bawean, perjalanan laut yang ditempuh tidak sia-sia. Sebab, pulau yang masih menjadi bagian dari Kabupaten Gresik ini benar-benar memiliki keindahan. “Ini (Pulau Bawean) benar-benar indah, dan masih tersembunyi,” ujar Mantan Anggota DPRD Surabaya ini.
Apa yang dialami Zaenab Maltufah ini bukan hanya cerita belaka. Salah satu wisata yang menjadi ikon Baewan adalah keberadaan Hutan Mangrove. Ini merupakan salah satu kekayaan bahari yang dimiliki Pulau Bawean. Menurut Wardhani and Hidayah (2012), luas mangrove di Pulau Bawean mencapai 1.488 Ha dengan tingkat kerapatan jarang sampai dengan sedang.
Genus mangrove yang mendominasi di pulau bawean terdiri dari Sonneratia, Nypah, Rhizophora, dan Avicennia (Wardhani & Hidayah, 2012) dan (Sulistiyowati, 2020). Genus mangrove tersebut merupakan jenis mangrove yang memiliki pohon yang tinggi sehingga berpotensi dijadikan lokasi rekreasi seperti contohnya tracking mangrove.
Beberapa lokasi mangrove di Pulau Bawean sudah dikelola dengan baik seperti mangrove pasir putih dan mangrove hijau daun. Mangrove pasir putih berada di Desa Sukaoneng, Kecamatan Tambak. Pengelola di kawasan tersebut merupakan penduduk lokal. Seperti namanya, mangrove di lokasi tersebut hidup di atas substrat berpasir. Luas kawasan mangrove tersebut sekitar 59, 37 Ha. Luasan tersebut berasal dari hasil citra satelit terbaru yang dideliniasi menjadi suatu polygon.
Jika melihat potensinya, perpaduan wisata tracking mangrove, wisata pantai pasir putihnya, dan sunset dapat menjadi primadona di Pulau Bawean. Hal ini akan dapat meningkatkan prekonomian masyarakat sekitar karena akses menuju lokasi tersebut melewati perumahan warga.
Selain dari itu, kendaraan berupa roda empat tidak bisa masuk lokasi wisata, hanya kendaraan roda dua yang bisa melewati lokasi tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membuat penyewaan sepeda motor. Sepanjang perjalanan masuk, pengunjung akan disuguhi pemandangan hamparan sawah, pebukitan, tambak udang, dan beberapa peternakan sapi. Itulah estetika yang dapat dirasakan pengunjung selama perjalanan masuk ke lokasi wisata.
Mangrove hijau daun berada di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura. Lokasi tersebut berada di sebelah tenggara Pulau Bawean. Mangrove hijau daun memiliki luas sekitar 34,5 Ha. Mangrove hijau daun sudah menjadi destinasi wisata yang dikelola oleh Pokmaswas. Menurut penelitian Madjiyero (2020), Pokmaswas menggandeng seluruh stakeholder dalam memaksimalkan pengelolaan potensi yang ada di mangrove hijau daun.
Di kawasan wisata tersebut, sudah banyak terlihat fasilitas-fasilitas penunjang seperti outbond, toilet, mushalla, dan gazebo. Selain untuk wisata, mangrove hijau daun juga sudah menjadi tempat edukasi lingkungan yang berfokus pada eksosistem pesisir.
Banyak terdapat plang yang memberi informasi terkait pentingnya tumbuhan mangrove serta deskripsi jenis dan manfaatnya. Selain itu, menurut Madjiyero (2020) Pokmaswas juga biasa mengadakan transplantasi terumbu karang yang melibatkan beberapa stakeholder demi menjaga kelestarian sumberdaya.
Pemerintah daerah harus megambil peran penting dalam mendukung kawasan ekowisata tersebut. Beberapa penelitian sudah dilakukan dan merekomendasikan adanya program yang dapat menjaga kelestarian eksosistem mangrove yang ada di kawasan ekowisata. Menurut Madjiyero (2020), yang menjadi prioritas pertama dalam mendukung kawasan ekowisata tersebut yaitu tentang lingkungan.
Pada umumnya, di Pulau Bawean pemerintah daerah memang masih harus lebih intensif dalam mengelola lingkungan khususnya pengelolaan sampah. Hal ini menjadi masalah utama yang harus diselesaikan oleh pemerintah sehingga keberlanjutan sumberdaya alam terus terjaga.
Berdasarkan penelitian Ramli et al. (2012), tujuan pengunjung yang datang ke Pulau Bawean yaitu menikmati keindahan alam dengan jumlah persentase 46,34%, disusul dengan tujuan piknik 17,07%, kemudian mengisi waktu luang 14,63%, setelah itu tujuan pendidikan/penelitian 12,20%, dan yang terakhir menikmati kebudayaan 10,98%. Ini mengindikasikan bahwa tujuan utama pengunjung adalah menikmati keindahan alam. Ini bisa menjadi acuan pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan di bidang infrastruktur sehingga dapat mendukung keindahan alam yang ada di Pulau Bawean.
Editor : Arif Ardliyanto