get app
inews
Aa Text
Read Next : Santri harus Jadi Pelopor Perubahan dan Penjaga Moral Bangsa, Begini Pesan Ketua PCNU di Hari Santri

Kontroversi Program TV Swasta Lecehkan Pesantren, LPBH PCNU Surabaya Kaji Langkah Hukum

Kamis, 16 Oktober 2025 | 16:34 WIB
header img
PCNU Surabaya mengkaji untuk melakukan tindakan hukum soal tayangan di Trans7. Foto iNewsSurabaya/ist

Dalam upaya meredakan ketegangan, dikabarkan pihak Trans7 telah mendatangi Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Namun bagi sebagian kalangan pesantren, permintaan maaf saja dianggap belum cukup.

Pesantren bukan hanya institusi pendidikan, tapi juga simbol peradaban dan moral masyarakat. Terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, pesantren masih menjadi benteng nilai-nilai Islam Nusantara. Maka wajar jika tayangan yang dianggap melecehkan pesantren menimbulkan kemarahan.

“Ketika lembaga seperti pesantren dijadikan bahan candaan di ruang publik, itu bukan cuma soal media, tapi soal empati sosial. Dan itulah yang kami nilai hilang dari tayangan ini,” kata seorang pengasuh pesantren di Surabaya yang enggan disebut namanya.

Secara normatif, produk jurnalistik memang dilindungi oleh hukum, termasuk Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berekspresi serta UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, perlindungan tersebut bukan tanpa batas.

UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran secara tegas melarang isi siaran yang merendahkan martabat manusia, melecehkan nilai agama, atau menyinggung kelompok sosial tertentu. Begitu pula dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dari KPI, yang menekankan pentingnya menghormati keberagaman budaya dan keyakinan di masyarakat.

Para ahli hukum menilai, setiap kasus harus dilihat dalam konteks nilai sosial-budaya masyarakat Indonesia. Penegakan hukum tidak hanya berbasis pada teks aturan, tetapi juga harus mempertimbangkan sensitivitas publik, terutama dalam isu keagamaan.

“Hukum tidak hidup di ruang hampa. Kita perlu memahami konteks pesantren, budaya santri, dan sensitivitas umat,” pungkas Oktavianto.

Kontroversi ini bisa menjadi titik tolak bagi industri penyiaran untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai lokal. Kebebasan berekspresi harus diiringi dengan tanggung jawab sosial, agar media tetap menjadi bagian dari solusi, bukan sumber perpecahan.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut