Revolusi AI dan Masa Depan Industri, Peluang Besar atau Ancaman Bagi SDM Indonesia?
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Dunia sedang bergerak terlalu cepat, dan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) adalah bahan bakar utamanya. Dari meja kerja hingga ruang kelas, dari pabrik besar hingga startup rintisan, AI kini bukan sekadar alat bantu—ia sudah menjadi mitra kerja baru manusia.
Kita hidup di era di mana algoritma bisa berpikir, mesin bisa belajar, dan keputusan penting bisa diambil berdasarkan data dalam hitungan detik. Di tengah lanskap ekonomi global yang semakin terhubung, sektor teknologi dan manufaktur menjadi garda depan pertumbuhan ekonomi dunia. Tahun 2024 saja, kontribusinya sudah menembus 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global, dan angka itu diprediksi terus melonjak pada 2025.
Namun, kemajuan ini datang dengan satu konsekuensi besar: efisiensi. Industri berlomba menjadi semakin produktif dengan sumber daya seminimal mungkin. Revolusi Industri 4.0 yang memadukan IoT (Internet of Things), big data, dan AI, kini menjelma menjadi arena pertarungan siapa yang paling cepat beradaptasi dengan teknologi.
AI bukan lagi masa depan, ia sudah menjadi kenyataan. Di sektor manufaktur, penerapan AI mampu meningkatkan efisiensi produksi hingga 30 persen dan menekan limbah industri secara signifikan. Negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Jerman sudah lebih dulu memetik hasilnya. Mereka menata ulang sistem industri dengan mengandalkan AI untuk otomatisasi produksi, perawatan mesin, dan rantai pasok.
Contohnya, teknologi predictive maintenance kini memungkinkan perusahaan mendeteksi potensi kerusakan mesin jauh sebelum terjadi. Dengan algoritma pembelajaran mesin, perusahaan bisa memangkas waktu henti produksi hingga 50 persen dan menghemat biaya perawatan hingga 40 persen. Angka ini bukan sekadar statistik, tapi bukti bahwa AI benar-benar mengubah cara industri bekerja.
Editor : Arif Ardliyanto