Pendidikan Berkualitas, Mimpi Lama yang Belum Tuntas
Sistem Zonasi: Niat Baik yang Masih Setengah Jalan
Ketika sistem zonasi PPDB diberlakukan, tujuannya mulia: agar anak dari semua kalangan bisa bersekolah tanpa diskriminasi jarak atau status sosial. Namun dalam praktiknya, zonasi belum benar-benar menciptakan pemerataan.
Jika kita bandingkan dengan Jepang — negara yang menjadi inspirasi sistem ini — kualitas antar sekolah di sana hampir sama, sehingga zonasi berjalan mulus. Di Indonesia, kualitas sekolah masih timpang. Sekolah “favorit” tetap jadi rebutan, sementara sekolah di pinggiran kurang diminati.
Data PISA 2022 membuktikan ketimpangan ini. Skor matematika siswa Jepang mencapai 536 (peringkat 5 dunia), sedangkan Indonesia hanya 388 (peringkat 69). Angka yang seharusnya jadi alarm keras bahwa pemerataan mutu guru dan fasilitas belum berjalan.
Kebijakan pendidikan di Indonesia kerap berubah seiring pergantian pejabat. Padahal, pendidikan bukan proyek lima tahun — ini investasi jangka panjang bangsa.
Jika setiap menteri datang membawa “branding” baru tanpa kesinambungan, maka anak-anak Indonesia hanya akan menjadi korban eksperimen kebijakan. SDGs 4 tidak akan tercapai jika arah pendidikan lebih sering diwarnai ego politik dibanding komitmen terhadap mutu.
Pendidikan yang layak bukan hadiah, tapi hak konstitusional. Setiap anak Indonesia berhak mendapat guru kompeten, ruang belajar aman, dan kesempatan berkembang sesuai potensinya.
Pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus berhenti bekerja sendiri-sendiri. Diperlukan sinkronisasi antara kebijakan pusat, kesiapan guru, dan dukungan teknologi agar pendidikan benar-benar menjadi jalan pemerataan sosial, bukan sekadar janji di atas kertas.
Masa depan bangsa ada di ruang kelas hari ini. SDGs 4 bukan sekadar agenda global, tapi cermin keseriusan Indonesia dalam menyiapkan generasi yang tangguh, kritis, dan berdaya saing.
Sudah saatnya kita berhenti mengukur kemajuan pendidikan dari banyaknya kurikulum baru atau sekolah unggulan. Ukuran sesungguhnya adalah ketika anak dari Papua, Jawa, hingga Aceh punya kesempatan belajar yang sama dan berkualitas.Karena pendidikan yang adil bukan sekadar cita-cita — itu adalah janji kemanusiaan yang harus ditepati.
Penulis :
Keisha Elmira Azizah – Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Editor : Arif Ardliyanto