get app
inews
Aa Text
Read Next : Menyayat Hati! Beredar Video Baru Adzani Ibunya, Pria ini Meninggal Usai Pemakaman Sang Bunda

Tagar #KaburAjaDulu Cerminkan Kekhawatiran Pemuda soal Masa Depan di Indonesia

Sabtu, 29 November 2025 | 17:38 WIB
header img
Fenomena brain drain atau migrasi talenta muda ke luar negeri bukanlah hal baru bagi negara berkembang seperti Indonesia. Foto: Unsplash/A. C

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tagar #KaburAjaDulu yang viral di media sosial bukan sekadar tren, melainkan mencerminkan kekhawatiran pemuda Indonesia terhadap stagnansi ekonomi, persaingan kerja tidak sehat, dan ketimpangan penghargaan profesi. Fenomena brain drain ini kini berubah menjadi kritik sosial terhadap minimnya peluang berkembang di tanah air.

Fenomena brain drain atau migrasi talenta muda ke luar negeri bukanlah hal baru bagi negara berkembang seperti Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini mengalami pergeseran makna. Tagar #KaburAjaDulu kini menjadi ungkapan yang menggambarkan rasa jenuh akibat berbagai persoalan struktural.

"Banyak generasi muda melihat peluang di luar negeri sebagai solusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada di dalam negeri. Mereka tidak hanya mencari gaji tinggi, tetapi juga sistem meritokrasi yang menghargai kerja keras dan inovasi tanpa hambatan birokrasi atau nepotisme," ungkap Raihan Muhammad Iqbal Mahasiswa Unair dan pengamat isu kepemudaan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka pada usia muda stabil di angka 4,7 persen pada awal 2025. Setiap tahun, ribuan lulusan baru kesulitan menemukan pekerjaan sesuai bidang studi mereka.

Raihan menjelaskan, kemajuan era digital mempermudah akses informasi dan jaringan global, sehingga aspirasi profesional lintas negara menjadi lebih nyata. "Ketidakmerataan kualitas pendidikan dan keterbatasan ruang untuk mengembangkan ide membuat sebagian generasi muda sulit berkembang tanpa meninggalkan lingkungan lokal mereka," tambahnya.

Keberhasilan diaspora Indonesia di berbagai bidang, mulai dari peneliti, tenaga kesehatan, praktisi teknologi, hingga pengusaha digital juga semakin mendorong minat pemuda untuk mencari peluang lebih luas di luar negeri.

Kehilangan talenta terbaik bukan sekadar soal statistik. Indonesia berisiko mengalami kekurangan sumber daya manusia di bidang sains, pendidikan, kesehatan, dan teknologi yang krusial bagi kemajuan nasional.

Ketimpangan antara wilayah perkotaan dan daerah juga semakin melebar. Banyak pemuda dari daerah memilih urbanisasi atau migrasi ke luar negeri, sehingga daerah tertinggal kehilangan agen perubahan. Akibatnya, negara kehilangan modal sosial jangka panjang.

Raihan menekankan fenomena ini sebaiknya dipandang sebagai kritik sosial. "Alih-alih menyalahkan generasi muda yang memilih pergi, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu melakukan refleksi bersama terhadap kondisi ekosistem yang ada," tegasnya.

Solusi utama yang diusulkan mencakup reformasi birokrasi, penyediaan insentif riset, penguatan kerja sama perguruan tinggi dengan industri, serta penciptaan ruang aktualisasi diri yang nyata di dalam negeri. Selain itu, penting menghubungkan diaspora agar tetap dapat berkontribusi melalui program kepulangan atau jejaring virtual terintegrasi.

Menurutnya, migrasi bukanlah solusi akhir jika dilakukan tanpa perencanaan matang. Namun, jika didasarkan pada semangat belajar dan niat membawa kembali pengetahuan ke Indonesia, hal tersebut justru dapat membantu kemajuan bangsa.

"Isu ini harus menjadi peringatan nasional agar Indonesia segera memperbaiki kondisi sehingga anak muda merasa bangga tinggal, berkarya, dan berkontribusi di tanah air sendiri," pungkas Raihan.

Penulis:

Raihan Muhammad Iqbal ( Mahasiswa Akuntansi Unair )

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut