Diduga Cabuli Anak di Bawah Umur, Karyawan Black Owl Surabaya Dipecat
SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Seorang anak perempuan di bawah umur, SRD, diduga mengalami pencabulan yang melibatkan karyawan klub malam, Black Owl berinisial RB. Atas kejadian ini, korban melalui kuasa hukumnya, Renald Christopher, melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur (Jatim).
Menurut Rhenald, kliennya SRD yang masih sekolah SMU kelas 11, pertama kali mengunjungi klub malam yang berada di Jalan Basuki Rachmad itu untuk menonton konser. Di sana, SRD ditawari oleh seorang karyawan untuk menginstal aplikasi Black Owl dengan iming-iming voucher diskon dan keanggotaan khusus senilai Rp2 juta setiap minggunya. "Teman-teman SRD tidak ditawari," kata Renald, Selasa (9/12/2025).
Renald menyampaikan, pada 16 Oktober 2025, SRD kembali mendatangi Black Owl untuk bertemu dengan seseorang yang ingin menggunakan jasanya sebagai penyanyi dan merayakan ulang tahunnya.
Namun pertemuan tersebut batal karena kendala dari pihak yang mengajak bertemu. SRD kemudian ditawari minuman beralkohol dengan menggunakan voucher Black Owl oleh seorang waiter. Karyawan Black Owl Surabaya, RB kemudian menemani SRD dan diduga dengan sengaja mencekokinya dengan minuman beralkohol hingga mabuk.
"Dalam kondisi mabuk, SRD dibujuk oleh RB untuk diantar pulang dengan transportasi online. Namun, SRD justru dibawa ke salah satu hotel di Surabaya," ujar Rhenald.
Saat di dalam kamar hotel, RB yang sudah dalam keadaan telanjang berusaha melakukan pemerkosaan. SRD melakukan perlawanan dan berteriak. RB kemudian menjambak rambut SRD hingga rontok, menggigit leher, dan mencengkeram tangannya hingga memar.
Saat kejadian, seorang wanita yang mengaku sebagai istri RB datang dan menggedor pintu kamar. RB masuk ke kamar mandi, dan SRD berusaha melarikan diri. "Seketika wanita yg mengaku istri pelaku tersebut langsung menampar, menjambak, dan menyeret SRD, menuduhnya sebagai perebut laki orang (pelakor)," beber Renald.
Pihak hotel, sambung Renald, kemudian menggiring SRD keluar dari kamar hotel tanpa memberikan kesempatan untuk mengambil barang-barang atau merapikan pakaiannya yang telah dibuka paksa oleh RB. "Akibat kejadian ini, SRD mengalami luka lebam, sakit di beberapa bagian tubuh, dan trauma psikis," imbuhnya.
RD dilaporkan ke Polda Jatim berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan, Nomer: LP/B/15251X/2025, SEKI/POLDA JAWA TIMUR. RB dilaporkan atas dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak dan atau Keketasah terhadap Anak dan atau Penganiayaan.
Sementara itu, Regional Manager Black Owl, Egi Ramadan, menegaskan bahwa manajemen telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan karyawan yang diduga terlibat, kurang dari 1x24 jam setelah peristiwa terjadi.
“Dari manajemen tegas, begitu ada pelanggaran terkait aturan Black Owl, langsung kami keluarkan. Kejadiannya tanggal 16, tanggal 17 yang bersangkutan sudah kami keluarkan,” ujar Egi, Selasa (9/12/2025).
Ia menjelaskan, lokasi kejadian dugaan pelecehan tersebut bukan berada di area outlet Black Owl, melainkan di sebuah hotel. Namun, pertemuan awal antara korban dan terduga pelaku memang sempat terjadi di tempat usahanya.
“Tempat kejadian bukan di tempat kami. Kejadiannya di sebuah hotel. Tapi pertemuan karyawan kami dengan yang bersangkutan memang ada di Black Owl,” jelasnya.
Egi juga menyampaikan, pihak manajemen telah melakukan klarifikasi langsung kepada karyawan yang bersangkutan dan memiliki bukti bahwa yang bersangkutan mengakui kejadian tersebut. Selain itu, Black Owl mengaku siap memberikan keterangan kepada kepolisian kapan pun dibutuhkan.
“Kalau ada panggilan dan dimintai keterangan, kami siap. Kami juga punya bukti bahwa yang bersangkutan sudah kami klarifikasi,” katanya.
Terkait keberadaan korban yang masih di bawah umur di area outlet, Egi menyebut pihaknya memiliki aturan tegas soal pembatasan usia pengunjung minimal 21 tahun ke atas. Namun, pada saat itu korban datang bersama orang tuanya.
“Di bawah 21 tahun itu tidak diperbolehkan. Tetapi yang bersangkutan datang bersama orang tuanya. Kami sudah melarang, hanya saja orang tua tetap memaksa anaknya masuk,” ujarnya.
Meski demikian, Egi mengakui masih terjadi kelalaian internal karena oknum karyawan yang berstatus supervisor dinilai seharusnya paham dan mampu menegakkan aturan. “Kalau dari sisi kami, kecolongan karena yang bersangkutan sebagai supervisor seharusnya tahu aturan. Karena tidak menjalankan aturan, konsekuensinya langsung kami keluarkan,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Agung Prasodjo, menilai kasus tersebut merupakan pelanggaran berat mengingat Surabaya menyandang predikat Kota Layak Anak. Ia menyatakan pihaknya akan mendalami persoalan tersebut sekaligus melakukan evaluasi terhadap tempat usaha hiburan malam di Kota Pahlawan.
“Ini pelanggaran berat. Makanya Komisi B mencoba mendalami. Kami khawatir kalau tidak diingatkan, tempat-tempat hiburan ini akan terus seperti itu,” ujar Agung.
Ia juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran jam operasional serta aturan jeda aktivitas antara restoran dan klub malam yang semestinya diterapkan guna mencegah masuknya anak di bawah umur.“Harusnya ada jeda. Kalau dari resto berlanjut ke klub malam, anak di bawah umur harus sudah tidak boleh masuk. Tapi ini tidak ada jeda,” katanya.
Lebih lanjut, Agung meminta pemerintah kota dan instansi terkait untuk melakukan evaluasi perizinan terhadap rumah hiburan umum (RHU) yang dinilai melanggar aturan, termasuk meninjau kepatuhan pajak serta perizinan penjualan alkohol.
“Kalau masih bandel dan melanggar aturan berat seperti ini, izinnya harus ditinjau ulang bahkan ditutup sementara. Pajaknya juga perlu dicek, mulai pajak hiburan, makanan, sampai pajak minuman keras,” jelasnya.
Agung menegaskan, keselamatan dan perlindungan anak harus menjadi prioritas utama. “Kalau kegiatan seperti ini justru merusak generasi kita, untuk apa izinnya dipertahankan. Sikap saya tegas, kalau melanggar, tutup,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto