JAKARTA, iNews.id – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyarankan Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming untuk menghadiri persidangan sebagai saksi kasus dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Apalagi setelah majelis hakim memutuskan memanggil paksa Mardani untuk hadir secara fisik ke pengadilan.
“Saran saya datang saja, nggak usah takut. Karena apa yang dilakukan hakim bukan mengkriminalkan dia karena hanya dipanggil paksa sebagai saksi,” kata Abdul Fickar Hadjar, di Jakarta, Sabtu (23/4/2022).
Menurut Fickar, pemanggilan paksa oleh Majelis Hakim terhadap Mardani H Maming diperbolehkan.
“Tidak ada yang salah atau berlebihan atas keputusan hakim melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi karena itu sesuai dengan Hukum Acara Pidana. Hakim di tingkat pengadilan memang punya wewenang menetapkan pemanggilan paksa dan yang melaksanakan panggilan paksa adalah jaksa,” katanya.
Fickar juga mengatakan bahwa penetapan pemanggilan paksa boleh dilakukan oleh hakim jika seorang saksi yang telah dipanggil dua kali tetap tidak datang ke persidangan.
“Karena ini proses peradilan, dipanggil sekali dua kali tidak datang, begitu tiga kali ya dipaksa, diangkut, dibawa. Itu bagus, artinya hakim memerintahkan jaksa untuk membawanya ke sidang,” tegasnya.
Oleh sebab itu Fickar merasa janggal jika saat ini muncul wacana bahwa Mardani H Maming dikriminalisasi, sebab kriminalisasi berarti seseorang dijadikan tersangka atau terdakwa tanpa ada satu pun alat bukti.
Seperti diketahui, saat ini beredar luas di kalangan HIPMI postingan di media sosial tagar Stop Kriminalisasi Ketum BPP HIPMI Mardani H Maming, setelah majelis hakim memutuskan memanggil paksa Ketua Umum Badan Pengurus Pusat HIPMI itu ke pengadilan.
“Kriminalisasi itu proses menjadikan seseorang menjadi pelaku kriminal. Nah pelaku kriminal itu statusnya tersangka atau terdakwa. Lha ini kan baru pemanggilan paksa sebagai saksi. Sepanjang belum ada penetapan jadi tersangka, ya bukan kriminalisasi,” katanya.
Menurut Fickar, setiap warga negara punya kedudukan yang sama untuk melaksanakan hak dan kewajiban.
Jika seseorang dipanggil sebagai saksi persidangan, maka dia punya kewajiban untuk memenuhi panggilan karena jika tidak memenuhi panggilan bakal ada konsekuensi hukumnya, seperti dipaksa hadir di persidangan untuk memberi keterangan.
Oleh sebab itu Fickar menyarakan Mardani H Maming untuk hadir ke persidangan karena sebenarnya dia juga dilindungi undang-undang.
“Kalaupun misalnya dia takut nanti ditersangkakan atau dikriminalkan oleh hakim, kan dia tetap punya hak untuk mengajukan praperadilan. Jadi tidak perlu takut,” kata Fickar.
Sebelumnya Koordionator Masyarakat Anti Koupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman juga mengiritisi munculnya tagar Stop Kriminalisasi Ketum HIPMI Mardani H Maming di kalangan HIPMI.
“Itu justru bentuk menghalangi penegakan hukum karena Ketua Umumnya sampai hari ini hanya dipanggil sebagai saksi, bukan dipanggil sebagai tersangka. Nah yang diduga menghalangi penyidikan dan penegakan hukum itu justru Ketua Umum BPP HIPMI karena tidak mau datang ke persidangan,” kata Boyamin Saiman.
Seperti Fickar, Boyamin pun menyarankan Mardani cukup hadir ke persidangan setelah penetapan pemanggilan paksa oleh hakim untuk menjelaskan apa adanya dan tak perlu membangun opini ke publik telah dikriminalisasi.
Apalagi faktanya, Mardani sebelumnya sudah tiga kali tidak hadir ke persidangan dengan berbagai alasan yang justru memunculkan pertanyaan publik.
“Kalau dia tidak terlibat, ya pasti tidak dicari-cari kesalahan dan tidak dikriminalisasi. Dan sampai detik ini dia hanya saksi. Dia diminta datang ke pengadilan untuk membantu penegak hukum mencari bukti materiil tentang dakwaan kepada Raden Dwidjono yang mantan anak buahnya saat menjabat Bupati Tanah Bumbu,” pungkasnya.
Editor : Ali Masduki