Dalam tayang itu disebutkan ada anggota ekspedisi yang meninggal dunia. Gambaran itu yang membuat dirinya semakin khawatir. Putaran waktu terus berjalan.
Tim Ekspedisi Kopassus akhirnya menginjak Nepal untuk memulai pendakian. Iwan terkenang bagaimana beratnya masa-masa awal berhadapan langsung dengan gunung es. Dia sempat jatuh sakit.
“Saya baru berjalan 100 meter muntah-muntah, kaget, karena memang tidak siap dengan cuaca dingin. Rupanya istri ikut merasakan (kalau saya sakit),” ucapnya.
Namun tentu saja Iwan pantang mundur. Sebagai satu-satunya perwira Akmil yang memimpin tim sekaligus tumpun harapan Kopassus dan bangsa Indonesia untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Everest, dia terus menguatkan semangat.
Mantan Danrindam Jaya ini meyakini, doa istri yang rajin puasa senin-kamis, juga doa seluruh bangsa, dirinya sembuh.
Iwan pun melanjutkan perjalanan mengarungi medan berat dengan suhu minus 50 derajat Celcius. Untuk diketahui, dalam ekspedisi ini Tim Kopassus terbagi dalam dua kelompok pendakian, yakni jalur utara dan selatan. Iwan memimpin tim di jalur selatan.
“Bayangkan suhu minus 50 derajat Celcius. Sepanjang jalan banyak orang-orang meninggal,” ucapnya.
Mendaki Everest ibarat pertaruhan hidup dan mati. Di ketinggian 8.500 meter dari permukaan laut, Iwan terjatuh kehabisan oksigen. Momen itu menjadi saat-saat kritis.
“Bayangkan, bagaimana bisa enggak orang hidup di ketinggian 8.500 (mdpl) dengan suhu minus 50. Saya kehabisan oksigen, tanpa matras, tanpa sleeping bag, antara hidup dan tidak,” tuturnya.
Editor : Ali Masduki