Berdasarkan data yang dihimpun dari LPA Jatim, pada 2020 ada sebanyak 66 kasus kekerasan seksual, pada 2021 ada 363 kekerasan, 112 diantaranya adalah kasus kekerasan seksual. Kemudian, tahun 2022 sampai bulan Juli ada 112 kasus kekerasan, dari jumlah itu 38 diantaranya adalah kekerasan seksual.
Isa menambahkan, LPA Jatim memandang kasus tersebut sebagai masalah serius. Sebab, mirisnya pelecehan seksual itu dilakukan di lingkungan pendidikan, yang merupakan tempatnya orang intelektual dan bermoral. “Yang memprihatinkan lagi, adalah sekolah dan rumah menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual,” tambahnya.
Menurutnya, hukuman maksimal terhadap para tersangka itu wajib diberikan. Sebab, dengan adanya dua kasus yang mencuat itu telah membuktikan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan tentunya, mengancam keamanan anak-anak yang belum dewasa.
“Hukuman maksimal menjadi penting, karena selama ini jarang diterapkan. Selain itu, sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua, terutama kepada orang tua, guru dan anak anak menjadi penting,” paparnya.
Isa mengatakan stigma buruk publik terhadap korban kekerasan seksual membuat korban enggan untuk melapor kepada pihak berwajib. Sehingga membuat kasus kekerasan seksual terus meningkat. “Pelaku kekerasan seksual biasanya orang dekat, sehingga ini dianggap aib,” ungkapnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait