Refleksi Kudatuli, WS Ingatkan Kader PDIP Selalu Dalam Barisan

Ali Masduki
Whisnu Sakti Buana mengingatkan kepada seluruh kader untuk setia dalam satu barisan. (Foto: iNewsSurabaya.id)

SURABAYA, iNews.id – Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDIP) Jawa Timur, Whisnu Sakti Buana mengingatkan kepada seluruh kader untuk setia dalam satu barisan.

Hal itu ia kemukakan sebagai salah satu bentuk merefleksi perjuangan para kader-kader partai yang saat itu berjuang diatas keringat, darah dan air mata dalam persitiwa kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli).

"Karena pada saat itu seluruh kader PDI (era Orde Baru), berjuang secara ikhlas. Tidak ada kepentingan ingin menjadi wakil rakyat, Walikota, atau Ketua Dewan. Tujuannya satu. Mempertahankan kebenaran," terang Whisnu Sakti dalam sambutan Refleksi dan Doa Bersama Peringatan 26 Tahun Kudatuli 27 Juli 1996, semalam.

Peristiwa kelam di masa orde baru inilah, yang menjadi tonggak bahwa keikhlasan dan kekompakkan seluruh barisan partai besutan Megawati Soekarnoputri menjadi besar.

Untuk mempertahankan hal tersebut, WS (Whisnu Sakti) juga mengingatkan secara khusus kepada Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Adi Sutarwijono, dan Wakil Walikota Surabaya Armuji, dalam agenda politik di 2024 mendatang.

Proses penyaringan kader-kader legislatif berlambang Kepala Banteng Moncong Putih harus mewarisi semangat dari refleksi Kudatuli

"Kemarin sudah belajar di Jawa Tengah, pokok’e ojok onok sing tukang copet, utowo "petinju", tegas WS disambut koor setuju dari ratusan kader dan simpatisan yang hadir.

WS mengartikan, bahwa kader yang akan dipersiapkan untuk duduk sebagai Wakil Rakyat nantinya tidak terlena dengan jabatan, sehingga melupakan rakyat dan mencederai nama besar partai.

"Sehingga di tahun 2024 nanti kita bisa kembali Menang Total. Setuju!," kata dia.

Sejarah Kerusuhan 27 Juli 1996 menjadi peristiwa kelam dalam tubuh PDI Perjuangan (saat itu PDI). Kota Surabaya menjadi tonggak historis dalam Kongres Luar Biasa (KLB) tahun 1993 di kawasan Sukolilo.

Dalam KLB ini, seluruh kader partai menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum partai dengan Sekretaris Jendral, Alex Litai.

Namun, adanya tekanan politik di era Orde Baru memunculkan kekuatan tandingan di KLB Medan dan menunjuk Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI, dengan tujuan menjatuhkan Megawati dalam masa menjelang Pemilu tahun 1997.

Hal tersebut memunculkan protes luar biasa dari seluruh kader PDI. Tidak hanya peristiwa di Jalan Diponegoro, Jakarta. 

Posko Pandegiling 223 Surabaya, juga menjadi tonggak sejarah mempertahankan Megawati sebagai Ketua Umum mendapat tekanan represif dari aparat saat menggelar mimbar bebas.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network