SURABAYA, iNews.id - Nahlia Aryanti Emtiaz Rianto atau Ai, sapaan hangatnya, merupakan seorang guru musik di Sekolah Cikal yang terpilih untuk turut ikut serta mewakili Indonesia di Tim Batavia Madrigal Singers dalam meraih juara di kompetisi paduan suara tertua bergengsi dunia European Grand Prix (EGP) for Choral Singing 2022 di Tours, Perancis.
Ai yang kesehariannya berinteraksi dengan anak-anak dengan mengajar program bahasa Inggris, dan juga program musik di Sekolah Musik Cikal ternyata memiliki minat yang tinggi untuk mengasah kompetensinya di bidang Seni Vokal sejak kuliah.
“Sejak kecil aku suka menyanyi, dan tidak menyangka dapat ikut kompetisi Choir mewakili Indonesia. Dulu, aku baru serius mengasah minatku di Paduan Suara Paragita di Universitas Indonesia saat kuliah,” ucapnya.
Ai yang menjadi guru sejak 2012 di berbagai jenjang di Sekolah Cikal ini menceritakan bahwa Seni Musik dan Seni Vokal yang menjadi minatnya dapat membuat banyak orang bahagia sebagai hobi dan pendamping di waktu luangnya.
“Hal yang membuat aku suka seni vokal itu adalah bisa buat bahagia diri sendiri dan orang lain. Express and impress,” tambahnya.
Terpilih dan Wakili Peran Guru Indonesia di Kompetisi Paduan Suara Internasional
Di sesi berbincang-bincang, Ai juga bercerita awal mula terpilihnya ia di Batavia Madrigal Singers yang merupakan paduan suara paling terkemuka, dan mengukir prestasi untuk Indonesia.
Salah satunya yang baru-baru ini diraih Eropa European Grand Prix (EGP) for Choral Singing 2022 di Tours, Perancis.
“Awal ikut Batavia Madrigal Singers itu di tahun 2012, aku mencoba ikut melalui audisi. Banyak sekali dukungan dari teman untuk audisi saat itu. Nah, kalau untuk tim lomba sendiri waktu itu terdapat audisi terbuka untuk seluruh anggota. Mengingat pandemi yang sudah berlangsung 2 tahun, salah satu indikatornya adalah tentunya dengan audisi yang ketat, melihat suara (karena suara bisa berubah) dan keaktifan juga,” ceritanya.
Dengan terpilihnya Ai menjadi bagian dari paduan suara terkemuka dan juga memegang peran sebagai seorang guru musik, ia merasa bersyukur dan bangga dapat mewakili peran guru di antara teman-teman lainnya yang juga hadir dari berbagai profesi.
“Jika ditanya rasanya, rasanya tidak tergambarkan. Ada senang, ada bangga, ada deg-degan juga, karena secara umum, seleksi masuk saja sudah ketat, apalagi untuk tim yang berlomba mewakili negara dengan berbagai profesi di dalamnya dari para anggotanya,” tuturnya.
Di tengah persiapannya mewakili Indonesia di tim paduan suara, Ai menyatakan bahwa ia tetap menyeimbangkan perannya sebagai seorang guru yang menikmati perannya bersama anak-anak dengan tetap mengajar dari pagi hingga sore. Baru kemudian ia berlatih dengan rekan-rekan profesi lainnya di tim paduan suara di malam hari.
“Aku tetap mengajar dan berlatih. Mengajar kulakukan di pagi sampai sore hari. Paduan suara itu latihan di malam hari, dan akhir pekan. Jadi, aku bisa menyeimbangkan dan bukan jadi sebuah tantangan. Mengingat juga banyak teman-teman yang bekerja kantoran di pagi sampai sore,” ucap Ai.
Ia juga mengucapkan syukur atas dukungan Sekolah Cikal yang menjadi rumah baginya mengajar dan mendampingi pertumbuhan anak-anak.
“Alhamdulillah Cikal dalam hal ini selalu berikan izin kepadaku saat pergi mewakili Indonesia sejak 2016-2019 di tugas kompetisi paduan suara. Dalam hal ini, aku juga sudah berkomitmen dengan diriku sendiri dan dengan sekolah Cikal agar tidak terhambat mengajar,” jelas Ai yang pernah juga mengikuti Tolosa Choral Contest di Spanyol tahun 2016 bersama tim paduan suara yang diikutinya mewakili Indonesia dan meraih juara umum.
Menjadi Guru itu Memberikan Ilmu dan Meraih Lebih Banyak Ilmu Setiap Hari
Sebagai seorang guru atau pendidik yang memiliki minat di bidang musik, Ai menceritakan juga momen awal ia melangkah dan terpanggil menjadi seorang guru. Momen awal itu bermula dari menyaksikan kebahagiaan murid-muridnya berproses dan berkarya di bidang musik.
“Dulu, saat kuliah aku merupakan guru Paduan suara anak. Ketika melihat anak-anak muridku mengikuti lomba dan konser yang dipersiapkan, naik ke atas panggung, melihat mereka berproses, dan melihat mereka bisa menampilkan apa yang sudah mereka upayakan, hatiku mengatakan “kok ini.. perasaan ini menyenangkan, kok aku ingin melakukan ini terus ya?” Sepertinya menjadi guru merupakan peran yang aku inginkan seumur hidupku,” ceritanya dengan nada suara terharu.
Dalam praktiknya, ia yang telah lama berdedikasi sebagai guru pun menyatakan bahwa menjadi guru tidak akan membuat guru itu kekurangan ilmu, melainkan bertambah ilmu dan bertambah kebahagiaan.
“Buatku menjadi guru itu berarti kita setiap hari memberi, memberi apa yang kita tahu, value, on the other hand, memberikan sesuatu yang tidak akan pernah kekurangan. Kita sebagai guru memberikan ilmu ke banyak orang, murid-murid kita, maka ilmu itu tidak akan berkurang, you’ll never know what you can get from your students,” ucapnya.
Pesan Bagi Guru Indonesia Untuk Tetap mengasah Minat
Di akhir perbincangan, Ai menuturkan sebuah pesan singkat untuk para guru Indonesia untuk tetap mengembangkan minat di waktu senggang di bidang apapun yang disukai.
“Aku tahu bahwa setiap orang punya kebebasan untuk memilih kegiatan yang disukai. Apabila ingin mendalami minat sambil mengajar, maka alangkah baiknya mengetahui dulu apa yang membuat Anda senang, apa yang kira-kira bisa membuat Anda mengisi kembali semangat setelah bekerja. Apa pun itu.. setelah menemukannya… lakukanlah selagi bisa, selagi ada waktu atau senggang, paling tidak 30 menit saja untuk menjalani yang disukai dan membuat diri kembali bersemangat untuk menjalankan peran sebagai guru bagi anak-anak Indonesia,” tutup Ai.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait