Pertemuan tripartit kemudian terjadi. Akan tetapi, jelas Mursid, dialog yang bermula kondusif justru menjadi ajang ancaman kepada P4MU dan kuasa hukum.
"Saat itu klien kami sudah menjelaskan jika urusan perseroan harus diselesaikan dengan mekanisme yang diatur dalam UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas," tegasnya.
Mursid menambahkan, saat itu para pengurus SPSI menebar ancaman melakukan demo besar-besaran kepada P4MU apabila permintaan mereka tidak diakomodir. Ancaman demo terbukti pada 22-23 Desember 2021. Substansi demo disebut menarik isu internal yang ada di PT Asyifak Graha Medika menjadi keinginan untuk masuk sebagai anggota P4MU.
"Terjadi lompatan isu yang awalnya hanya ingin klarifikasi tentang permasalah di PT Asyifak Graha Medika berubah untuk menjadi anggota P4MU dengan alasan bahwa perkumpulan dari klien kami tersebut sama seperti perkumpulan ormas yang diatur dalam UU Ormas," kata dia.
Padahal, jelas Mursid, P4MU merupakan perkumpulan dengan keanggotaan tertutup dan memiliki AD/ART yang disahkan oleh Kemenkumham.
"Sehingga P4MU bukan Ormas," tukasnya.
Oleh sebab itu, kuasa hukum akan melakukan laporan pendahuluan kepada Komnas HAM. Alasannya, karena materi muatan yang dijadikan isu demo bukan tentang kebijakan publik.
Mursid juga mengatakan bahwa tindakan tersebut sudah mengarah pada aksi teror atas pilihan sikap individu. Karena, imbuh Mursid, rumah sakit dan rumah pribadi tidak dapat dikategorikan sebagai tempat umum sehingga sesuai UU No 9 1998 Pasal 9 huruf a tidak dapat dijadikan objek unjuk rasa.
"Ini sudah pelanggaran serius kemerdekaan individu terhadap pernyataan sikap. Tindakan ini sudah patut diduga sebagai tindakan teror sipil ke orang sipil," ungkap Mursid terkait kasus P4MU. Pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada jajaran Polrestabes Surabaya yang telah menjaga dan mengamankan sebagai bentuk perlindungan aparat hukum terhadap publik.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait