JAKARTA, iNewsSurabaya.id – Kasus OTT Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) terus menggelinding. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk mencekal empat pimpinan DPRD Jawa Timur supaya tidak bisa lari.
Mereka adalah Kusnadi (Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anik Maslachah (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024) dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim Periode 2019 s/d 2024). Pimpinan ini diduga terlibat kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim.
"Benar, tim penyidik telah mengajukan tindakan cegah ke luar negeri pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham terhadap 4 orang yang menjabat selaku anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, (7/3/2023).
Ali mengatakan, pencegahan ke luar negeri ini dilakukan untuk enam bulan hingga Juli 2023. KPK membutuhkan pimpinan tersebut untuk dimintai keterangan terkait proses dana hibah yang bermasalah.
"Cegah pertama ini berlaku untuk 6 bulan ke depan sampai dengan Juli 2023 dan tentunya dapat diperpanjang kembali sepanjang diperlukan," ujar Ali.
Ali mengatakan, pencegahan ke luar negeri oleh KPK dilakukan agar saat mereka dimintai keterangan tengah berada di dalam negeri. "Langkah cegah ini diperlukan supaya para pihak tetap berada di wilayah RI dan dapat selalu kooperatif hadir untuk memberikan keterangan dengan jujur di hadapan tim penyidik," tuturnya.
KPK menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.
Proses penyalurannya melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang dipergunakan untuk proyek infrastruktur tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.
Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan ada kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian pihak Pokmas, Abdul Hamid menerima tawaran tersebut. Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.
Untuk memperlancar proses alokasi dana hibah tahun 2023 dan 2024, Abdul Hamid menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait