SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Siswa perokok melonjak. Sebanyak 51,7% siswa sekolah setingkat SMP/SMA mengaku merokok jenis rokok konvensional dalam 30 hari terakhir dan 50,7% mengaku pernah merokok jenis rokok elektronik.
Pengakuan tersebut terungkap dari hasil studi tim peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, bekerjasama dengan CDC Foundation, Atlanta, USA, terhadap 6.786 siswa dari 165 sekolah yang tersebar 4 kabupaten/kota di Indonesia yaitu Serang, Padang, Lombok Timur dan Banyuwangi.
Menariknya, responden dari penelitian ini sebagian merupakan pelajar perempuan dan sebagian masih duduk di bangku SMP.
“Pada umumnya mereka merokok konvensional 2-5 batang sehari dan menghisap rokok elektronik sehari sekali,” tutur Hario Megatsari, ketua peneliti sekalgus dosen FKM Unair, saat diseminasi hasil penelitian tentang Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS) Tembakau dan Perilaku Merokok Pada Anak Sekolah di Indonesia, Selasa (16/5/2023), di Kampus B Universitas Airlangga.
Ironisnya, lanjut Hario, lebih dari 30% siswa mengaku menjumpai aktivitas merokok di lingkungan sekolah dengan persentase terbanyak dilakukan oleh teman sekolah, guru dan penjaga sekolah.
“Yang terbesar di Lombok Timur, dimana 61% siswa mengungkap adanya aktivitas merokok di lingkungan sekolah, sebagian besar dilakukan oleh siswa dan guru sekolah,” ujarnya.
Terkait paparan iklan rokok, hampir semua siswa di 4 kabupaten/kota tersebut mengaku pernah mendengar/mengetahui/melihat iklan rokok konvensional.
Rinciannya, mereka paling sering melihat iklan rokok di tempat penjualan rokok (kios, toko dll), lalu terbanyak kedua adalah di papan reklame, selanjutnya melalui internet, televisi dan majalah/koran.
Demikian juga dengan rokok elektronik, sebagian besar siswa mengetahui rokok jenis tersebut dan paling sering melihat iklannya di media reklame.
“Hal ini berbeda dengan paparan sponsor rokok melalui berbagai even, baik itu olahraga, kesenian maupun acara komunitas, sebagian besar siswa mengaku tidak menjumpai sponsor iklan disitu,” tukas Hario.
Ditambahkannya, promosi rokok melalui kaos, voucher maupun tawaran rokok gratis dari perusahan rokok, sebagian besar siswa mengaku tidak menerima atau mengalaminya.
Penelitian yang berlangsung selama hampir setahun ini, juga menghasilkan peta mapping iklan rokok di puluhan ribu titilk di 4 kabupaten/kota yang sama.
Hasilnya, sekitar 30% tempat penjualan (baik menjual rokok maupun tidak) terdapat iklan rokok indoor/outdoor, kecuali di Serang yang lebih rendah yaitu 19,4%.
“Terbanyak dalam bentuk powerwall, poster dan stiker untuk yang indoor, sedangkan untuk outdoor terbanyak dalam bentuk spanduk dan poster," imbuh Hario.
Dari temuan diatas dapat dilihat bahwa perilaku merokok responden, dalam hal ini adalah anak sekolah, mengalami kenaikan yang cukup drastis dibandingkan dengan hasil survey yang dilakuakan tahun sebelumnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya paparan iklan rokok (baik konvensional maupun elektronik) pada anak sekolah dengan berbagai macam bentuk IPS.
“Dengan adanya fakta tersebut diatas, kami mendorong pemerintah untuk segera melakukan melakukan revisi UU yang relevan terkait dengan pencegahan anak sekolah merokok, antara lain adalah revisi UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,” ungkapnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait