Serbuan Kilat 2 Menit 49 Detik
Dengan berbagai pertimbangan, operasi pembebasan sandera dilakukan dini hari. Kabakin Yoga Sugama yang merupakan lulusan militer Jepang mengistilahkan operasi itu dengan Reimei Kogeki (bedak fajar).
Pada 31 Maret pukul 02.30 waktu setempat, pasukan Sintong mulai mendekati pesawat. Saat subuh, serbuan secepat kilat pun dilakukan. Berkat kemampuan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD yang diterjunkan dalam Operasi Woyla itu hanya membutuhkan kurang dari 3 menit.
"Waktu penyergapan saya dengan aba-aba satu, dua serbu nah itu mulai saya hitung pake stopwatch, bukan jam tangan. Stopwatch-nya spesial perlengkapan dari Amerika. Saya melihat sampai saya laporan itu 2 menit 49 detik," kata Letkol Inf Untung Soeroso, salah satu prajurit Kopassus yang terlibat dalam serangan itu, dalam wawancara dengan Puspen TNI, belum lama ini.
Tak sampai 3 menit, serbuan dinihari oleh pasukan elit Kopassus menewaskan kelompok teroris Komandi Johad.(Foto : Ilustrasi/Pen Kopassus)
Operasi itu berjalan gilang-gemilang. Namun tragedi menimpa anak prajurit Kopassus, Pelda Achmad Kirang. Saat menyerbu lewat pintu belakang dia tertembak. Begitu pula pilot kapten Herman Rante. Herman sempat dirawat di rumah sakit, namun meninggal dunia. Keduanya dimakamkan di TMP Kalibata.
Keberhasilan operasi ini melambungkan nama Kopassus. Nama mereka harum dan menuai pujian internasional. Di dalam negeri seluruh pasukan yang terlibat dalam pembebasan sandera pesawat Woyla itu menerima penghargaan Bintang Sakti dan kenaikan pangkat luar biasa. Begitu pula Subagyo, Sang Bima dari Piyungan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait