Imbas El Nino, Luas Panen Padi di Jatim Menurun

Lukman Hakim
Petani memberikan pupuk pada tanaman padi dikawasan Trawas, Mojokerto. Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki

SURABAYA, iNewsSurabaya.id -  Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (Jatim) yang mengacu pada hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA) menyebutkan, total luas panen padi di Jatim tahun 2023 diperkirakan sebesar 1,68 juta hektare, atau turun 7.000 hektare (0,45 persen) dibandingkan luas panen padi tahun 2022 sebesar 1,69 juta hektare.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Dydik Rudy Prasetya membenarkan yang dirilis BPS Jatim tersebut. 

"Angka 1,68 juta hektare (total luas panen) itu prediksi sampai akhir tahun 2023, itu perkiraan BPS karena ada El Nino yang diperkirakan berdampak sampai bulan Februari. Sehingga jika bulan Oktober sudah turun hujan, maka angka tersebut akan dikoreksi kembali. Semua masih bersifat prediksi, kalau prediksi kami ya lebih besar dari itu," katanya, Kamis (26/10/2023).

Dari hasil rilis angka sementara BPS, luas panen padi pada 2023 diperkirakan sekitar 1,68 juta hektar mengalami penurunan sebanyak 7.650 hektare. 

Namun dari sisi produksi padi pada 2023 diperkirakan sebesar 9,59 juta ton Gabang Kering Giling (GKG) atau mengalami peningkatan sebanyak 64.910 ton GKG atau 0,68 persen dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 9,53 juta ton GKG. Kenaikan produksi ini dipengaruhi oleh naiknya produktivitas padi dari 5,63 menjadi 5,69 ton per hektare. 

Dydik menyebutkan, Pemprov Jatim memiliki sasaran untuk bisa mencapai produksi padi pada tahun 2023 sebesar 10,5 juta ton GKG. Pada periode Januari – September, capaian luas panen dan produksi padi masih menunjukkan trend positif dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. 

"Adanya dampak perubahan iklim El Nino tahun ini menyebabkan penurunan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dan kondisi yang lebih kering dari biasanya," katanya. 

Curah hujan pada Agustus sampai Oktober 2023, kata dia, diprediksi akan berada di bawah normal dan sangat rendah, untuk wilayah Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara Barat (NTB)-Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Kalimantan dan Sulawesi. "Rendahnya curah hujan dan suhu udara yang lebih kering berdampak langsung terhadap kegiatan pertanian di Indonesia, termasuk usaha tani padi," ungkapnya.

Dia menjelaskan, saat ini seharusnya sudah memasuki musim hujan dan memasuki musim tanam padi.  Namun karena keterbatasan air, petani terpaksa menunda penanaman padi karena mundurnya musim hujan, melampaui periode tanam yang normal. 

Hal inilah yang menyebabkan pada periode Oktober – Desember diprediksi luas panen akan menurun, karena petani biasanya lebih banyak mengusahakan tanaman yang lebih tahan kekeringan, seperti jagung dan tembakau. 

"Perkiraan musim hujan di Jatim pada Bulan November dengan curah hujan yang masih rendah," tandas Dydik.

Sehingga, lanjut dia, mundur tanam padi diprediksi bisa sampai dengan bulan Desember, utamanya pada wilayahwilayah tadah hujan. Namun kondisi tersebut tidak menyurutkan langkah Pemprov Jatim untuk menjaga ketersediaan pangan dengan menggenjot produktivitas dan melakukan percepatan tanam pada daerah-daerah irigasi. 

Kami juga melakukan pemantauan terhadap wilayah-wilayah rawan kekeringan agar tidak terjadi gagal panen," pungkasnya.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network