MUSIM KEMARAU berkepanjangan biasanya menjadi persoalan tersendiri bagi petani padi. Untuk menyelamatkan sumber ekonominya, petani harus memastikan pasokan air cukup selama fase pertubuhan. Agar tidak gagal panen, petani mengandalkan pompa air sawah. Mereka pun harus merogoh kocek lebih untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) agar pompa air sawah menyala.
Bisa dihitung, berapa rupiah harus dikeluarkan setiap harinya, jika 1 liter bensin hanya bertahan 1,5 jam. Sedangkan untuk mengaliri seluruh tanaman padi dengan pompa air membutuhkan waktu yang lama tergantung luasan lahan dan kedalaman sumber air.
Namun saat ini para petani tidak kekurangan akal. Seperti di Desa Sumbertanggung, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Untuk menekan biaya penggunaan pompa air, mereka sudah tidak lagi menggunakan bahan bakar minyak.
Para petani di bumi Majapahit ini sudah beralih ke Bahan Bakar Gas (BBG) Liquified Petroleum Gas (LPG). Selain ramah lingkungan dan hemat energi, penggunaan energi berbahan bakar gas LPG tersebut juga ramah dikantong petani.
Oyong Dwi Bagus Prastyo misalnya. Petani di Desa Mojosari ini mengakui bahwa penggunaan LPG sangat hemat. Satu tabung LPG 3 kg bisa menghidupkan pompa air sawah selama 8 jam. Sebelum menggunakan LPG, Oyong harus menyediakan sedikitnya 5 liter bensin pertalite.
"Ini kan musim panas. Jadi setiap pagi saya harus mengairi padi. Untung sekarang bisa pakai LPG, jadi bisa hemat uang," ungkapnya. "Sebelum ini saya beli pertalite. Ampun kalau itu," lanjut Oyong.
Oyong bilang, semua petani di desanya saat ini sudah tidak ada yang menggunakan bensin untuk pompa air sawah. Semua petani padi sudah beralih ke bahan bakar LPG.
Penggunaan LPG untuk pompa air sawah ini sendiri tidak sulit. Sebagaimana pada kompor, gas dari tabung LPG dialirkan dengan regulator yang langsung terkoneksi ke konverter kit pada mesin pompa air.
Hal senada diutarakan oleh Ngateman. Pria paruh baya ini sudah beberapa tahun beralih dari bahan bakar minyak ke LPG untuk menghidupkan pompa air sawahnya. Selama ini, kata dia, tidak pernah ada kendala pada mesin.
“Yang penting pelumas mesinnya dicek,” ucapnya. Dalam sehari, Ngateman sendiri biasanya menyalakan pompa air selama 15 jam. “Sawahku kan paling atas, jadi sumbernya sangat dalam sekitar 15 meter. Kalau yang bawah-bawah sana paling hanya butuh waktu 5 jam saja,” kata dia.
Tekait ketersediaan LPG, para petani di Sumbertanggul ini tidak pernah mengalami kelangkaan. Di dekat area sawah sudah ada agen resmi LPG, sehingga jika LPG habis tinggal jalan selangkah. Namun untuk bisa mendapatkan gas LPG 3kg, para petani harus menunjukkan KTP saat membeli.
Kebijakan itu sesuai arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menegaskan bahwa pembelian LPG 3 kg wajib menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) per 1 Januari 2024.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan Pertamina terus mendorong konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas kepada nelayan dan petani.
Penggunaan bahan bakar gas atau LPG sendiri memiliki beberapa kelebihan. LPG lebih murah daripada BBM per liternya dan dapat menghemat biaya operasional hingga 30-50%. Dari sisi perawatan mesin juga lebih mudah dan mesin yang lebih awet. Bagi pengguna, LPG lebih aman dan emisi lebih rendah karena rantai karbon bahan bakar gas lebih pendek dibandingkan BBM.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait