Melihat bagaimana sebelumnya banyak beredar mengenai para pengungsi yang melanggar norma sosial yang berlaku di Aceh. Kejadian tersebut turut membuat resah masyarakat setempat. Menurut Dr Baiq, memberikan satu tempat kepada para pengungsi pun mengurangi risiko adanya konflik dengan warga lokal.
“Kalau mereka tidak ditampung ke tempat lain, itu akan sulit untuk kita. Mereka bisa macam-macam, bisa menimbulkan chaos dan menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat lokal,” ujar Dr Baiq.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa kehadiran para pengungsi berisiko adanya kecemburuan sosial bagi masyarakat lokal. Namun, menurut Dr Baiq, masyarakat Indonesia tidak perlu cemburu dan membandingkan kondisi masyarakat lokal dengan para pengungsi.
Pihaknya menyampaikan bahwa para pengungsi mendapatkan tunjangan yang diberikan oleh International Organization for Migration (IOM).
IOM sendiri merupakan Non-Govermental Organization (NGO) yang menyalurkan bantuan bagi para pengungsi. Karena melalui sudut pandang HAM, pengungsi Rohingya tetap manusia yang perlu dibantu dan mendapat hidup yang layak.
“Banyak yang menyangka bahwa bantuan yang diberikan adalah uang dari pemerintah Indonesia, padahal bukan. Itu adalah uang IOM. Perlu disebarkan informasi ini. Kita tidak dapat membandingkan kondisi para pengungsi dengan penduduk lokal,” jelas Dr Baiq.
Diketahui pula, dalam menangani permasalahan ini, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai dialog kepada pemerintah Myanmar.
"Maka sebagai sesama, kita perlu berdiri pada Hak Asasi Manusia, sudah sepantasnya Indonesia memberikan bantuan layanan kepada para pengungsi, seperti halnya layanan kesehatan dan lainnya," tutupnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait