Kenaikan Harga Minyak Goreng Mengganggu Usaha Kuliner

Ali Masduki
Pengamat Ekonomi Untag Surabaya, Dr. Arga Christian Sitohang. (Foto: Dok Pribadi)

SURABAYA, iNews.id - Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan UMKM ini berkontribusi dalam perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja. Terutama saat bangsa ini dilanda krisis, mulai krisis ekonomi 1998 hingga krisis akibat wabah Covid-19.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) bulan Maret 2021, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun. 

BACA JUGA:

Pak Mendag Tolong Dong! Minyak Goreng Curah Hilang, Perajin Kerupuk Sekarat

Dari data tersebut, jumlah pelaku UMKM yang bergerak di sektor usaha kuliner tentunya juga tidak sedikit. Namun ditengah upaya bangkitnya UMKM dikala pandemi ini, para pelaku UMKM kembali dihadapkan pada kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng

Pengamat Ekonomi Untag Surabaya, Dr. Arga Christian Sitohang, menyebut bahwa naiknya harga minyak goreng di pasar domestik melanjutkan tren kenaikan. Terlepas dari fakta, bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan bahan baku pangan pokok tersebut. 

"Kalau dilihat dari sisi ekonomi mikro. Kalau menurut saya, harganya meningkat itu karena kalau harganya meningkat maka penawarannya semakin tinggi. Nah seperti yang kita ketahui, kan kebijakan pemerintah apalagi yang di CPO kan kita sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Karena kita lebih terfokus pada CPO itu tadi maka akan mendongkrak sisi nilai minyak goreng ini," terangnya.

Disisi lain, lanjut Arga, naiknya harga minyak goreng curah dipasaran tentunya sangat dirasakan imbasnya oleh para pelaku UMKM, khususnya yang bergerak di sektor usaha kuliner olahan. Jika UMKM menaikkan harga produksi, otomatis akan berimbas pada tingkat pendapatan. 

"Itu kembali lagi. Kalau diturunkan harga produksi, berarti pedagang-pedaagang tidak akan mendapat keuntungan," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, harga minyak goreng dalam proses stabilisasi dengan penerapan kebijakan baru domestic mandatory obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). 

Kata dia, dengan adanya kebijakan tersebut maka akan dapat memutus keterkaitan antara harga minyak goreng dan harga CPO internasional.

"Kebijakan yang terakhir dari pemerintah adalah kita pastikan harga minyak goreng putus dari ketergantungan harga CPO internasional. Sehingga sekarang kebijakan DMO dan DPO itu maka harga minyak goreng diputus dari ketergantungan harga CPO internasional," kata Oke

Diketahui, Pemerintah sebelumnya menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di dalam negeri sebesar Rp14.000 per liter. 

Menurut Oke, kebijakan tersebut membuat para produsen CPO mengekspor hasil kebunnya ke luar negeri lantaran harga CPO global yang sedang tinggi ketimbang menjualnya sebagai minyak goreng dalam negeri yang harganya dibatasi.

BACA JUGA:

Gak Mau Rugi, Pengusaha Minyak Goreng Tutup dan Rumahkan Pegawai

Oleh karena itu, kata Oke, pemerintah menerapkan DMO, yaitu para eksportir CPO harus mengalokasikan 20 persen dari total volume ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri. 

"Ini saya kira kewajiban yang harus dipatuhi oleh eksportir untuk memasok ke dalam negeri. Jadi pada dasarnya 20 persen dari yang akan diekspor harus dipastikan dulu pasokannya ke dalam negeri dan ini sudah mulai berjalan," pungkasnya.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network