SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Indonesia digadang-gadang sebagai negara kuat setelah mencatat pertumbuhan 5,05 persen pada kuartal II 2024.
Namun, pemangku kepentingan merasa bahwa hal itu tak cukup untuk bisa membawa ekonomi tanah air ke tingkat lebih tinggi. Banyak faktor yang dirasa bakal mendorong rapor ekonomi dan investasi lebih baik lagi.
Menurut Senior Economist UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja, wajar saja jika banyak pelaku bisnis dan investor panik beberapa hari terakhir. Hal itu dipicu banyaknya media yang memberitakan mengenai Black Monday pada awal bulan lalu.
Peristiwa krisis finansial global yang dipicu dari rentetan rapor merah di industri finansial dan investor besar yang menarik modal mereka.
"Tapi saya rasa, Indonesia terutama Jatim masih resilient (tahan banting, Red). Apalagi, The Fed (bank sentral AS, Red) akan menurunkan suku bunganya pada September nanti," jelasnya di sela UOB Privilege Conversation: Mid-Year Market Outlook 2024 di Surabaya, Selasa (13/8) malam.
Enrico sangat yakin bahwa rapat The Fed yang akan diadakan pada 17 September nanti bakal menghasilkan penurunan suku bunga AS. Memang, jika suku bunga diturunkan nilai dollar terhadap mata uang lain akan menurun. Namun, dia merasa bahwa menahan suku bunga bakal memberikan efek yang lebih buruk terhadap ekonomi AS.
Ia bilang, ada berapa poin yang jadi pertanyaan dalam hal penurunan tersebut. Jika The Fed memutuskan untuk memangkas 50 basis poin, maka rupiah bakal menguat.
"Saya perkirakan rupiah bakal menguat di level 15.500 per satu dollar AS pada akhir tahun. Secara parallel, suku bunga BI juga akan turun menjadi 5 persen pada akhir tahun dari level saat in yakni 6,75 persen," imbuhnya.
Lantas bagiamana Indonesia dan masyarakat bisa memanfaatkan momentum tersebut. Menurutnya, perlu ada urgensi untuk mendorong ekonomi Indonesia jauh lebih tinggi.
Pertumbuhan PDB sebanyak 5 persen tak cukup jika ingin Indonesia keluar dari middle income trap. Apalagi, Indonesia bakal mencapai puncak bonus demografi pada 2045. Puncak tersebut berarti Indonesia bakal memulai tahapan aging society (populasi menua).
Untuk bisa meningkatkan ekonomi tanah air, dia merasa pendapat presiden terpilih Prabowo Subianto bahwa pertumbuhan ekonomi harus 8 persen benar. Dengan begitu, Indonesia bisa menghadapi krisis di masa depan.
"Bagaimana caranya? Bisa dengan upaya fiskal. Utang kita itu masih 40 persen loh. Kalau dibandingkan negara tetangga Malaysia masih jauh," tegasnya.
Selain fiskal, perluanya financial deepening dari pelaku bisnis juga diperlukan. Apalagi, merebut sektor-sektor hilirisasi yang saat ini masih dikuasai barang impor.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait