SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Inspektorat Provinsi Jawa Timur (Jatim) selama semester I 2024 atau Januari hingga Juni, berhasil menyelamatkan kerugian keuangan negara senilai Rp11,6 miliar.
Kepala Inspektorat Jatim, Hendro Gunawan mengatakan, dari hasil pemeriksaan Inspektorat, telah mengidentifikasi kerugian keuangan daerah pada 131 temuan dengan nilai sebesar Rp 16,03 miliar dan telah disetor kepada kas daerah sebesar Rp 11,6 miliar. Sehingga kerugian keuangan negara yang belum disetor sebesar Rp 4,4 miliar.
“Dari hasil review terhadap pelaksanaan kebijakan di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov, kami mampu mengidentifikasi 61 temuan yang terindikasi pemborosan anggaran sebesar Rp 7,2 miliar,” katanya, Senin (14/10/2024).
Beberapa temuan yang terindikasi pemborosan adalah kesalahan penghitungan analisa harga satuan, koneksi nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS), proses pengadaan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan kesalahan pembayaran. “Dari hasil pengawasan selama semester pertama 2024, potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp23,2 miliar,” imbuh Hendro.
Dia menambahkan, selain pengawasan dan audit terhadap kinerja OPD, Inspektorat Jatim juga melakukan monitoring terhadap pelaksanaan hibah di Jatim. Pada tanggal 18-26 Juni 2024, Inspektorat Jatim telah melakukan audit terhadap 629 Kelompok Masyarakat (Pokmas) dengan total penerimaan hibah sebesar Rp109,2 miliar.
Dari hasil audit tersebut ditemukan 43 Pokmas yang terindikasi melakukan pelanggaran, sehingga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp1,2 miliar. “Dari temuan kerugian itu telah disetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp 17 juta,” tegasnya.
Diketahui, monitoring hibah merupakan salah satu tugas penting bagi Inspektorat Jatim untuk memastikan penggunaan dana hibah sesuai dengan peruntukannya dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Namun, dalam praktiknya, sering kali ditemui berbagai kesulitan dalam melakukan monitoring hibah.
Hendro mengakui, dalam proses monitoring hibah di Jatim, tim yang bekerja di lapangan menemukan sejumlah kendala. Diantaranya adalah lokasi kegiatan yang sulit dijangkau, data yang disampaikan kurang lengkap sehingga kesulitan dalam melakukan penelusuran.
Selain itu ada beberapa kesulitan lainnya yang dialami petugas di lapangan seperti pendamping dan perangkat daerah teknis tidak mengetahui lokasi yang menjadi kegiatan hibah, pengurus atau kelompok masyarakat bekerja diluar. “Sehingga tidak bisa dilakukan klarifikasi dan sinyal tidak stabil sehingga kesulitan dalam monitoring melalui GPS,” tegasnya.
Selain melakukan audit, Hendro mengatakan, untuk pencegahan tindakan korupsi, pihaknya juga melakukan pembinaan rutin, agar pemanfaatan negara sesuai ketentuan perundang-undangan. "Kita terus melakukan pembinaan agar ada ketaatan tinggi dari semua pihak pada aturan. Kita berharap agar potensi penyalahgunaan keuangan negara bisa dicegah sejak dini,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait