Pihak rumah sakit menyampaikan kondisi pasien kepada keluarga pada 31 Oktober 2024 malam. Namun, keluarga pasien merasa tidak puas dan menuduh pihak RSUD lalai dalam menangani pasien. Situasi memanas saat keluarga membawa massa dan melakukan aksi protes di IGD.
Mereka bahkan memblokir ruang dokter, yang mengakibatkan penanganan pasien lain terganggu. Ironisnya, pada saat yang sama, kondisi pasien R semakin kritis hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
“Kami sangat menyayangkan adanya pemblokiran yang dilakukan saat kami ingin menolong pasien dalam kondisi kritis,” ungkap dr. Billy penuh penyesalan. Ia juga menyampaikan duka mendalam atas kejadian tersebut.
dr. Ariyanto Setyoaji, Kepala IGD RSUD Dr. Mohamad Soewandhie, menambahkan bahwa sejak awal kedatangan pasien, tim medis telah melakukan serangkaian tindakan, mulai dari infus, oksigen, antibiotik, hingga pemeriksaan laboratorium. Tim juga bekerja sama dengan dua dokter spesialis untuk penanganan lebih lanjut.
"Pasien ditempatkan di area khusus IGD untuk observasi ketat, karena kondisinya memang mengancam jiwa," jelas dr. Ariyanto. Namun, meski sempat menunjukkan perbaikan, kondisi pasien kembali memburuk akibat infeksi berat.
Keputusan untuk merawat pasien di IGD diambil demi pemantauan yang lebih intensif dan penanganan yang optimal. "IGD adalah pilihan terbaik agar pasien tetap mendapat pengawasan ketat," tutup dr. Ariyanto.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait pentingnya komunikasi dan kerjasama antara keluarga pasien dan tim medis dalam menghadapi situasi darurat.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait