Data yang dihimpun juga menunjukkan bahwa pasangan di rentang usia produktif, yaitu 30 hingga 40 tahun, menjadi kelompok yang paling banyak mengalami perceraian. Hal ini memprihatinkan karena usia tersebut seharusnya menjadi masa produktif dalam membangun keluarga dan karier.
Namun, Akram menekankan pentingnya upaya mediasi untuk mencegah perceraian. Pengadilan Agama Surabaya menyediakan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) bagi mereka yang ingin berkonsultasi secara gratis.
"Kami berharap, melalui mediasi ini, pasangan yang sudah datang ke pengadilan tidak berakhir dengan perceraian," tutur Akram.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Surabaya baru mencapai 4%. "Kami terus berupaya meningkatkan keberhasilan mediasi. Kami ingin, meski sudah ada di tahap pengadilan, masih ada peluang bagi pasangan untuk mempertahankan rumah tangga mereka," harap Akram.
Dari segi jenis perceraian, kasus cerai gugat (yang diajukan oleh istri) mendominasi dengan persentase 60%, sementara cerai talak (yang diajukan oleh suami) mencapai 40% dari total kasus.
Menutup pembicaraan, Akramuddin berharap bahwa kondisi ekonomi di tahun 2025 akan membaik sehingga mampu menekan angka perceraian di Surabaya. "Kami optimis, jika kondisi finansial keluarga membaik, angka perceraian juga akan menurun," pungkasnya.
Dengan adanya upaya mediasi dan berbagai program bantuan hukum, diharapkan Surabaya dapat mengurangi angka perceraian serta memperkuat ketahanan keluarga di tahun mendatang.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait