Wacana Penundaan Pemilu Mengkhianati Amanat Konstitusi

Ali Masduki
Pakar Hukum Pemilu Unair, Dr. Syaiful Aris (Foto: Dok Unairnews)

SURABAYA, iNews.id - Wacana perpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo kembali mencuat. Beberapa elit politik kembali mengudarakan upaya untuk memperpanjang masa jabatan tersebut melalui penundaan pemilu. Argumentasi yang mendasari wacana itu adalah pemulihan ekonomi dan pandemi COVID-19. 

Pakar Hukum Pemilu Unair, M. Syaiful Aris mengatakan, bahwa secara ketatanegaraan, pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, dan DPD (Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945). 

Sementara untuk presiden dan wakil presiden sendiri menurut Pasal 7, mereka memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jawaban.

“Jadi secara normatif, penyelenggaraan pemilu dan presiden hanya menjabat selama dua periode itu merupakan suatu kewajiban konstitusional yang tidak boleh dilanggar,” ujar Wakil Dekan II FH Unair itu.
 
Aris menekankan bahwa wacana penundaan pemilu tidak memiliki argumentasi yang relevan dan mengkhianati amanat konstitusi
Menurutnya, Indonesia telah memiliki sistem dan konstitusionalitas pemilu yang mapan. Ia menambahkan bahwa penundaan pemilu dalam sejarah Indonesia hanya pernah dilaksanakan sekali, yakni Pemilu 1945 yang ditunda hingga tahun 1955.

“Kondisinya kala itu memang kita baru merdeka dan masih sering mendapatkan agresi militer dari pasukan sekutu. Jadi wajar menurut saya untuk menunda pemilu. Nah, kalau sekarang kan kondisinya tidak seperti itu,” tutur alumni University of California itu.

Editor : Ali Masduki

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network