Dengan diraihnya penghargaan ASRRAT ini, Didik menegaskan, SIER bersama perusahaan-perusahaan terkemuka yang sebelumnya meraih penghargaan ASRRAT. Diantaranya Unilever Indonesia, Bank Mandiri, Pertamina, Pelindo dan Telkom Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini telah dikenal karena menetapkan standar baru dalam keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan penghargaan ini, lanjutnya, SIER memperkuat reputasinya sebagai penggerak utama dalam pembangunan industri yang bertanggung jawab. Di tengah tantangan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan, keberhasilan SIER menjadi bukti bahwa keduanya dapat berjalan beriringan.
“Keberlanjutan bukan sekadar tujuan, melainkan kebutuhan. Kami bangga dan semoga semakin menjaga sustainability dalam praktek-praktek berusaha di kawasan industri,” kata Didik yang juga menjabat Wakil Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI).
Sekadar informasi, penghargaan ASRRAT diselenggarakan setiap tahun oleh National Center for Corporate Reporting (NCCR). Lembaga ini memberikan penghargaan kepada perusahaan yang menetapkan standar tinggi dalam pelaporan keberlanjutan di Asia. Memasuki tahun ke-20, ajang ini mencakup partisipasi perusahaan dari berbagai negara termasuk Indonesia, Filipina, Bangladesh, Rusia, dan Australia.
Untuk juri tahun ini dipimpin oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro dan ekonom berpengaruh lainnya. Selain itu juga terdiri dari akademisi dan praktisi terkemuka dalam bidang keberlanjutan di Asia. Oleh karena itu, proses penilaian dilakukan secara ketat, kredibel, dan transparan.
Dalam kesempatan itu, Chairman Board of Trustee NCCR, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, dalam laporan Global Corporate Sustainability OECD 2024, peningkatan pelaporan keberlanjutan tidak hanya memperkuat manajemen risiko, tetapi juga meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan. Dalam lanskap yang terus berkembang, perusahaan semakin dinilai berdasarkan kemampuan mereka untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap praktik dan tujuan berkelanjutan.
Begitu pula dalam survei Morgan Stanley, 85 persen investor pada 2026 memilih investasi berkelanjutan. Hal ini mencerminkan preferensi yang terus tumbuh terhadap perusahaan yang menyelaraskan strategi mereka dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
"Salah satu contoh nyata adalah BlackRock, pengelola aset terbesar di dunia. Pada 2013, BlackRock mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam kerangka investasinya untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan pengambilan keputusan berbasis data, menjadi standar baru di industrinya," jelasnya.
Meskipun kemajuan telah dicapai, lanjutnya, masih ada tantangan signifikan dalam pelaporan keberlanjutan. Perusahaan sering menghadapi kendala dalam bentuk kerangka regulasi yang tidak konsisten dan kesulitan dalam memverifikasi data, yang kerap menghambat pelaporan yang komprehensif.
"Tantangan-tantangan ini juga menghadirkan peluang besar untuk inovasi. Teknologi baru dapat merevolusi proses pelaporan, meningkatkan efisiensi, dan kredibilitas. Sebagai contoh teknologi blockchain dapat memastikan transparansi rantai pasok dengan mencatat setiap transaksi, sehingga meningkatkan akuntabilitas," ungkapnya.
Menurut Bambang, ada tiga pilar transparansi dan akuntablitas. Yakni mengintegrasikan keberlanjutan dalam struktur tata Kelola, mengoperasionalisasi transparansi di seluruh rantai nilai dan memberikan insentif dan pelatihan untuk akuntabilitas.
"Dengan menerapkan langkah-langkah ini, perusahaan dapat melampaui kepatuhan regulasi dan menginternalisasi transparansi serta akuntabilitas sebagai inti dari praktik bisnis mereka. Ini tidak hanya membangun kepercayaan di antara para pemangku kepentingan tetapi juga melindungi investasi dan mendorong ketahanan jangka Panjang," tandasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait