SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) menyoroti krisis iklim yang dampaknya dirasakan langsung di berbagai wilayah di Jatim. Salah satunya bencana banjir yang terjadi beberapa minggu terarkhir di musim penghujan ini.
Data Walhi Jatim menyebut, di Malang, banjir merendam 254 rumah warga, dengan rincian: 47 rumah di Kelurahan Jodipan, 10 rumah di Kelurahan Kedungkandang, 37 rumah di Kelurahan Lesanpuro, dan 160 rumah di Kelurahan Madyopuro. Di Surabaya, banjir terjadi di hampir 20 titik, termasuk kawasan vital seperti Jalan Ahmad Yani. Sementara di Sidoarjo, banjir melanda hampir 10 titik, seperti Waru, Taman, dan Bungurasih.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), banjir terjadi akibat awan Cumulonimbus (CB) yang menghasilkan curah hujan tinggi. Kondisi ini diperparah oleh fenomena atmosfer seperti gelombang Kelvin dan Rossby.
Direktur Walhi Jatim, Wahyu Eka Styawan mengatakan, banjir merupakan salah satu bentuk bahaya hidrometeorologi yang menunjukkan meningkatnya kerentanan suatu wilayah. Hal ini akibat perubahan iklim dan kerusakan ruang resapan air.
Fenomena ini, kata dia, bukan hanya persoalan alam. Namun, erat kaitannya dengan tata ruang yang buruk, alih fungsi kawasan hijau, minimnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai resapan air, serta masalah teknis seperti pendangkalan sungai dan betonisasi jalur air. "Dampak banjir ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas," katanya, Kamis (2/1/2025).
Menurutnya, kerusakan di wilayah hulu seperti Malang Raya akibat alih fungsi lahan, perubahan tata ruang di wilayah tengah untuk pertanian, industri, dan pertambangan. Semuanya berdampak langsung ke wilayah hilir seperti Surabaya. "Banjir tidak bisa dilihat sebagai persoalan lokal, tetapi menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim," ujarnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait