Menurut Prof. Mukhrojin, Kota Surabaya belum pantas menyandang predikat kota layak anak jika belum mampu melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Ia menyoroti kurangnya perhatian pemerintah terhadap panti asuhan, yang seharusnya menjadi bagian dari perlindungan anak.
“Tidak ada perhatian serius dari Pemkot Surabaya terhadap anak-anak, khususnya yang berada di panti asuhan. Jika ada masalah, pemkot terkesan lepas tangan, padahal panti asuhan berperan penting dalam menjaga anak-anak terlantar,” ungkap pengasuh Panti Asuhan Bismar Surabaya ini.
Ia juga menilai, alih-alih mendukung panti asuhan, pemkot justru sering mengancam akan mencabut izin jika terjadi permasalahan. Padahal, jika tanpa panti asuhan, sulit membayangkan bagaimana Surabaya bisa tetap mempertahankan predikat kota layak anak.
Myrna menegaskan bahwa Pemkot Surabaya akan terus berupaya menambah jumlah taman bersertifikat SNI setiap tahunnya. Namun, tantangan terbesar bukan hanya menciptakan ruang bermain yang aman, tetapi juga memastikan perlindungan menyeluruh bagi anak-anak dari berbagai bentuk kejahatan.
“Harapannya, semakin banyak fasilitas lain yang memiliki standar serupa sehingga keamanan dan kenyamanan anak-anak di Surabaya bisa terjamin sepenuhnya,” pungkasnya.
Dengan berbagai pencapaian yang ada, Surabaya masih memiliki tugas besar untuk benar-benar menjadi kota layak anak yang tidak hanya menyediakan fasilitas bermain yang aman, tetapi juga lingkungan yang benar-benar melindungi anak dari berbagai ancaman.
Editor : Arif Ardliyanto