Upaya pengepungan kelima yang dilakukan pasukan Mataram terhadap Kadipaten Surabaya, dilakukan tahun 1665. Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Mangun Oneng dan dibantu Tumenggung Yuda Prasena serta Tumenggung Ketawangan.
Sultan Agung melakukan ekspedisi untuk menaklukan wilayah timur Jawa. Wilayah tersebut berada dibawah kekuasaan Kadipaten Surabaya
Pengepungan kelima ini dilakukan lebih sadis. Pasukan Mataram membendung aliran Sungai Brantas sebagai nadi kehidupan pusat kota Kadipaten Surabaya. Senjata biologis juga digunakan dalam pengepungan ini. Pasokan air yang tersisa masuk ke pusat kota Kadipaten Surabaya diracuni dengan bangkai binatang.
Pusat kota Kadipaten Surabaya, mengalami bencana kekurangan makanan yang sangat dahsyat. Seluruh jalur pasokan logistik telah diblokade pasukan Mataram. Bahkan air yang masuk kota juga telah diracun dengan bangkai-bangkai binatang. Kelaparan dan wabah penyakit menjangkiti seluruh warga di pusat kota.
Penderitaan dahsyat yang dirasakan rakyat di pusat Kadipaten Surabaya tersebut memaksa Adipati Surabaya, Jayalengkara menggelar rapat dengan dewan bangsawan kota untuk membahas persoalan tersebut. Dalam pertemuan tersebut Adipati Pajang yang melarikan diri ke Surabaya usai pemberontakannya digagalkan Mataram menolak menyerah dan ingin melanjutkan upaya perlawanan terhadap Mataram.
Tetapi faksi-faksi bangsawan lain yang duduk di dewan bangsawan kota menyarankan Jayalengkara untuk menyerah kepada kekuatan Mataram. Akhirnya, Jayalengkara memilih untuk menyerah kepada Sultan Agung. Karena usianya yang sudah senja Jayalengkara akhirnya meninggal dunia tak lama usai Kadipaten Surabaya ditaklukkan Mataram.
Surabaya akhirnya takluk dengan segala penderitaannya. Wabah penyakit dan kelaparan yang mematikan menjadi hantu menakutkan bagi warga kadipaten yang pernah besar dan menguasai timur Jawa.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait