SURABAYA - Perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia semakin pesat, salah satunya ditandai dengan kehadiran merek DENZA. Namun, muncul pertanyaan mengenai legalitas penggunaan merek DENZA di Indonesia, mengingat belum adanya bukti kepemilikan hak merek terdaftar atas nama produsen mobil tersebut.
Meskipun belum memiliki merek terdaftar, produk-produk DENZA telah dipasarkan secara luas di Indonesia, termasuk di berbagai showroom. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI), khususnya terkait merek dagang.
Dilansir dari Okezone, Subbrand premium dari BYD yakni Denza resmi meluncur ke pasar otomotif Indonesia pada Rabu (22/1/2025). Namun, ternyata nama Denza sudah digunakan perusahaan di Indonesia.
Nama Denza sudah digunakan PT Worcas Nusantara Abadi (WNA). PT tersebut sudah mengajukan nama Denza ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Indonesia pada 3 Juli 2023. Penggunaan mereka Denza itu terlindungi hingga 3 Juli 2033.
Merek itu terdaftar dengan nomor IDM001176306 dengan Kode kelas 12. Kode kelas itu masuk dalam kategori merek dagang untuk kendaraan.
Sementara itu, BYD telah mengajukan permohonan pendaftaran atas merek Denza ke DJKI Kemenkum pada 8 Agustus 2024. Permohonan itu masih dalam proses pemeriksaan.
Terkait penggunaan nama Denza, BYD Company Limited sudah mengajukan gugatan. Gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 1/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Gugatan itu teregister sejak 3 Januari 2025. Saat ini statusnya masih dalam persidangan.
Pakar Pidana, Dr. Rocky Marbun, S.H., M.H menjelaskan, penggunaan merek tanpa hak dapat berujung pada sanksi pidana. UU Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) No. 20 Tahun 2016 secara tegas menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek terdaftar.
"Siapa pun yang menggunakan merek tanpa izin dari pemilik sahnya dapat dituntut secara perdata maupun pidana," tegasnya.
"Pasal 100 ayat (1) UU MIG menegaskan bahwa setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar milik pihak lain diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Sementara itu, Pasal 100 ayat (2) UU MIG menegaskan bahwa setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain dan terbukti di pengadilan maka tersangka akan diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar," terangnya.
Lebih lanjut, Dr. Rocky Marbun menjelaskan bahwa sistem hukum HKI menganut sistem "first to file". Artinya, siapa yang pertama kali melakukan pendaftaran dan dibuktikan dengan adanya sertifikat pendaftaran, dialah pemilik manfaat atas merek yang telah didaftarkan.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait