Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Picu Polemik, GSNI Surabaya Angkat Bicara

Arif Ardliyanto
Ketua DPC GSNI Surabaya, Reyki Khairan meminta sejarah harus ditulis dengan dasar objektivitas dan kebenaran ilmiah, bukan dikendalikan oleh kepentingan kekuasaan atau elite politik. Foto iNewsSurabaya/ist

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Rencana pemerintah untuk menulis ulang sejarah Indonesia memicu polemik di berbagai kalangan. Di tengah mencuatnya isu ini, suara penolakan datang dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang mulai menyuarakan kekhawatiran atas potensi manipulasi sejarah nasional.

Salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) Surabaya. Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan sikap kritis terhadap wacana tersebut dan menyerukan perlunya menjaga integritas sejarah Indonesia dari kepentingan politik tertentu.

Ketua DPC GSNI Surabaya, Reyki Khairan Ananta, menyatakan bahwa sejarah seharusnya ditulis dengan dasar objektivitas dan kebenaran ilmiah, bukan dikendalikan oleh kepentingan kekuasaan atau elite politik.

“Kami menolak segala bentuk manipulasi sejarah, termasuk penghilangan peran penting tokoh bangsa seperti Bung Karno. Sejarah bukan milik pemerintah, bukan milik rezim. Sejarah adalah milik rakyat dan kebenaran,” tegas Reyki, Kamis (12/6/2025).

GSNI Surabaya menilai bahwa narasi sejarah dalam buku pelajaran dan ruang publik saat ini mengalami penyusutan terhadap peran tokoh-tokoh proklamator, khususnya Ir. Soekarno. Sebaliknya, masa kelam Orde Baru yang dipenuhi catatan pelanggaran HAM dikhawatirkan akan “dipoles” melalui penulisan ulang yang tidak objektif.

“Peristiwa 1965, operasi Petrus, tragedi Talangsari, hingga reformasi 1998 adalah bagian penting dari sejarah bangsa. Jika ini dihapus atau disamarkan, maka generasi muda akan kehilangan pelajaran penting dari masa lalu,” ungkap Reyki.

GSNI menyerukan agar proses penulisan ulang sejarah dilakukan secara terbuka dan melibatkan sejarawan independen serta akademisi dari berbagai latar belakang. 

Mereka menekankan bahwa sejarah bukan alat kekuasaan, tetapi harus menjadi warisan intelektual yang jujur bagi generasi mendatang.

“Kami mendesak agar pemerintah tidak menjadikan sejarah sebagai alat kontrol narasi. Jika penulisan ulang memang diperlukan, maka tujuannya harus untuk memperkaya perspektif, bukan mengaburkan kebenaran,” tegas Reyki.

Polemik penulisan ulang sejarah ini mencuat bersamaan dengan evaluasi terhadap kurikulum sejarah nasional yang dilakukan sejak 2020. Salah satu isu kontroversial adalah rencana penghapusan sejarah sebagai mata pelajaran wajib di jenjang SMA/SMK, meskipun telah dibantah oleh Kemendikbudristek.

Namun, kekhawatiran publik masih tinggi. Banyak pihak menilai adanya kecenderungan “penyesuaian narasi” dalam kurikulum sejarah nasional. Sejumlah sejarawan dan pengamat pendidikan pun mengingatkan bahaya memutihkan masa lalu demi kepentingan politik.

Di akhir pernyataannya, GSNI Surabaya menyerukan kepada seluruh pelajar dan mahasiswa di Indonesia untuk menjaga ingatan kolektif bangsa terhadap sejarah.

“Jangan biarkan sejarah ditulis ulang demi menyenangkan penguasa. Kita harus berdiri teguh menjaga kebenaran sejarah, baik yang gemilang maupun yang kelam,” tegas Reyki.

Mereka juga mengutip pesan legendaris dari Bung Karno: “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya.”

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network