Melihat hal itu, Azhar mendorong aparat kepolisian dan pemerintah kota untuk mengambil pendekatan yang lebih humanis, bukan semata represif. Ia bahkan menyebut bahwa komunitas ini memiliki ikatan emosional yang kuat antar anggotanya.
“Saya berharap Pak Kapolrestabes dan Wali Kota Eri Cahyadi membuat format khusus bagi mereka. Ini komunitas yang saling menganggap saudara di jalanan. Mereka belum punya ruang dan konotasi positif, tapi mereka ada dan tumbuh,” ujarnya.
Kahfi mengingatkan bahwa aktivitas ini, jika ditangani dengan benar, bisa berpotensi menjadi jalur positif. Ia mencontohkan bagaimana keterampilan otomotif bisa lahir dari pengalaman bengkel dan jalanan sejak kecil.
“Mungkin dulu ada anak kecil yang bantu ayahnya di bengkel, lalu belajar menyetel motor dan merasakan torsi. Dia tidak hanya belajar mesin, tapi juga keberanian. Ilmu itu turun ke teman-temannya, diwariskan terus. Tapi sekarang salah arah karena tak ada pendampingan,” terangnya.
Sebagai penutup, Azhar memberikan analogi tajam namun inspiratif. “Siapa tahu anak kecil itu sebenarnya punya potensi besar. Mungkin dia Max Biaggi yang belum ditemukan,” pungkasnya, merujuk pada legenda balap motor dunia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
