Dalam pengelolaannya, Pemkot menggunakan beberapa skema sesuai regulasi, mulai dari pinjam pakai, sewa, hingga kerja sama seperti Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG). Namun, skema bagi hasil belum diberlakukan.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah tingginya biaya appraisal atau penilaian aset. Menurut Wiwiek, appraisal dilakukan oleh Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) secara independen, sehingga hasilnya mungkin tidak selalu sesuai dengan harapan pemohon. “Itu memang penilaian profesional berbasis nilai pasar,” jelasnya.
Untuk memperkuat pengelolaan, BPKAD juga sedang mengkaji pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) khusus yang berfokus pada pemasaran aset. Tujuannya bukan menambah birokrasi, melainkan memusatkan fungsi agar lebih efektif, seperti halnya unit marketing.
Selain itu, Pemkot Surabaya menyiapkan aplikasi digital untuk mempermudah publik mengakses informasi aset. Lewat aplikasi ini, masyarakat bisa melihat lokasi, peta, hingga detail aset yang dimiliki pemerintah kota. “Inovasi ini akan membuat pengelolaan aset lebih transparan sekaligus membuka peluang pemanfaatan lebih luas,” pungkas Wiwiek.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
