Menurutnya, fenomena financial distress kerap melanda perguruan tinggi swasta, mulai dari kesulitan membayar gaji, menutup biaya operasional, hingga keterbatasan investasi untuk kurikulum dan fasilitas.
“PTN-BH kini memperbesar kuota jalur mandiri dengan biaya tinggi. Ironisnya, mahasiswa yang sebelumnya berpotensi masuk PTS justru memilih PTN-BH karena dianggap lebih prestisius, meskipun biaya sama atau bahkan lebih mahal,” terangnya.
Untuk menghadapi situasi tersebut, Supangat menekankan perlunya langkah adaptif dan inovatif.
“Untag Surabaya tidak hanya harus bertahan, tapi juga bertransformasi. Fokus utama ada pada peningkatan kualitas dosen serta layanan mahasiswa. Mahasiswa yang puas akan menjadi promotor alami bagi kampus,” ujarnya.
Wakil Rektor II Untag Surabaya, Supangat, M.Kom., Ph.D., ITIL, COBIT, CLA, CISA, menekankan pentingnya pengelolaan keuangan secara profesional di tengah kondisi sulit yang dialami banyak PTS. Foto iNewsSurabaya/ist
Selain itu, Untag juga menaruh perhatian besar pada kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. Upaya itu diwujudkan melalui kompensasi layak, sistem rekrutmen dan retensi yang lebih baik, serta pengembangan SDM berkelanjutan.
Melalui rapat kerja ini, Untag Surabaya menegaskan komitmennya untuk menjadi perguruan tinggi yang unggul, adaptif, dan berdaya saing global.
“Untag bukan hanya melahirkan lulusan kompeten, tapi juga membangun generasi inovatif dengan jiwa kebangsaan yang kuat,” tegas Supangat.
Dengan arah kebijakan baru tersebut, Untag Surabaya optimistis mampu memperkuat posisi sebagai salah satu PTS terkemuka di Indonesia, sekaligus siap bersaing dengan PTN-BH di era pendidikan tinggi modern.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
