Para ulama berselisih, apakah pilihannya harus urut ataukah tidak? Maksudnya pilihan pertama yaitu membebaskan budak. Bila tidak mampu, maka pilihan kedua puasa dua bulan berturut-turut.
Dan kalau tidak mampu juga, kemudian pilihan ketiga, yaitu memberi makan enam puluh orang miskin, atau bebas memilih satu di antara tiga itu.
Ibnu Al Mulaqqin menyatakan, dalam hadis ini terdapat kewajiban membebaskan budak, kemudian berpuasa, kemudian memberi makan, secara tertib (berurutan) tidak diberi hak memilih salah satunya. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, berbeda dengan yang ditulis dalam kitab Al Mudawanah.
Menurut Ibnu Daqiqi Al ‘Id, dalil kewajiban tertib urut (dalam kafarat ini) adalah tertib urut dalam pertanyaan Nabi. Pernyataan Beliau pertama kali, apakah kamu bisa mendapati budak untuk dimerdekakan?
Kemudian diurutkan dengan puasa setelah membebaskan budak, kemudian memberi makan setelah puasa.
Sedangkan Ibnu Hajar menyatakan, pendapat wajibnya tertib urut dikuatkan juga dengan kenyataan, jika hal ini lebih hati-hati, karena mengamalkannya (secara tertib) itu sah, baik kita berpendapat boleh memilih salah satunya atau tidak boleh.
Pendapat terakhir inilah yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.
Lebih jauh lagi, hadis ini juga memberi pelajaran bagi kita tentang kemudahan syariat Islam yang memperhatikan keadaan mukallaf (orang yang sudah terkena beban syariat) dan tidak pernah membebani dengan sesuatu di luar kemampuannya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait