SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya resmi menetapkan enam orang tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024.
Kasus ini melibatkan manajemen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero Regional 3 dan jajaran direksi PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) terkait kegiatan pengerukan (dredging) kolam pelabuhan.
Enam tersangka itu antara lain, AWB, Regional Head Pelindo Regional 3 (2021–2024), HES, Division Head Teknik Pelindo Regional 3, EHH, Senior Manager Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan Pelindo Regional 3, M, Direktur Utama PT APBS (2020–2024), MYC, Direktur Komersial Operasi dan Teknik PT APBS (2021–2024) dan DYS, Manajer Operasi dan Teknik PT APBS (2020–2024).
Usai penetapan tersangka, keenamnya langsung ditahan selama 20 hari ke depan, mulai 27 November hingga 16 Desember 2025. Masing-masing di Rutan Kelas I Surabaya dan Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Penahanan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan.
Kepala Kejari Tanjung Perak, Darwis Burhansyah mengungkapkan, penyidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Pengerukan dilakukan tanpa perjanjian konsesi, tanpa surat penugasan dari Kementerian Perhubungan, serta tanpa izin Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
“Setelah penyidik memperoleh alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, dan melalui proses ekspose perkara, kami menetapkan enam orang sebagai tersangka,” ujar Darwis, Kamis (27/11/2025).
Dari hasil penyidikan, para tersangka diduga melakukan sejumlah pelanggaran. Antara lain, pengerukan kolam pelabuhan tanpa perjanjian konsesi dan tanpa izin KSOP, penunjukan langsung PT APBS sebagai pelaksana meski tidak memiliki kapal dan tidak kompeten di bidang pengerukan, markup HPS/OE hingga Rp200 miliar tanpa konsultan dan tanpa engineering estimate.
Lalu, pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga (PT Rukindo dan PT SAI) tanpa dasar sah dan manipulasi anggaran dan pengadaan tanpa dokumen KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut). Kerugian negara masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun estimasi awal mendekati nilai kontrak, yaitu Rp196 miliar.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
