Ketika Algoritma Mengajar Gen Z Cara Membenci

Fahrezi Chandra
jutaan anak muda Indonesia membuka media sosial dan tanpa sadar mengikuti kurikulum yang disusun algoritma. Foto: Pinterest

Jika dibiarkan, Indonesia akan memiliki generasi yang sangat terhubung secara digital tetapi terputus secara empatik, mudah saling serang, sulit saling dengar.

Pemerintah telah meluncurkan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi dan program "Indonesia Makin Cakap Digital" untuk membekali masyarakat dengan keterampilan menangkal hoaks, perundungan, dan radikalisme online. Presiden menekankan ruang digital harus dibanjiri konten positif dan menyatukan.

Namun, literasi digital sering berhenti pada ajakan "jangan sebarkan hoaks" dan "verifikasi sebelum share." Tantangan sebenarnya lebih dalam, memahami bagaimana algoritma membentuk cara pandang dan bagaimana merebut kembali otonomi atas perhatian.

Tiga Lapis Solusi

Level individu: Sadar algoritma.
Perlakukan feed media sosial seperti makanan informasi. Langkah konkret: sengaja mengikuti akun dengan sudut pandang berbeda, membiasakan membuka sumber berita kredibel, dan menetapkan jam bebas gawai.

Level kampus: Literasi digital kritis.
Kampus perlu mengajak mahasiswa menganalisis cara kerja algoritma dan dampaknya pada demokrasi. Riset interdisipliner menggabungkan sains data, ilmu politik, psikologi, dan kajian budaya populer harus diperkuat. Mahasiswa didorong menulis opini di media massa agar perspektif ilmiah anak muda hadir di ruang publik.

Level kebijakan: Transparansi dan akuntabilitas.
Pemerintah dan penyelenggara platform perlu berdialog serius tentang transparansi algoritma, dukungan terhadap cek fakta dan jurnalisme berkualitas, serta regulasi yang melindungi kebebasan berekspresi tetapi tegas terhadap ujaran kebencian dan disinformasi terorganisir. Generasi muda harus diposisikan sebagai mitra kritis, bukan sekadar objek edukasi.

Pertanyaan fundamentalnya sederhana, apakah timeline hari ini membuat kita lebih matang sebagai warga negara atau lebih dangkal dan mudah diadu domba?

Pada timeline itulah sebenarnya terjadi pelajaran paling menentukan tentang siapa yang dipercaya, siapa yang dimusuhi, dan untuk siapa suara akan diberikan. Tugas generasi digital bukan hanya mengeluh tentang toxic-nya media sosial, tetapi merebut kembali peran sebagai penulis kurikulum mengisi ruang digital dengan konten jujur, empatik, dan berbasis data.

Sebelum berbicara bonus demografi, pastikan dulu generasi digital ini tidak dibesarkan oleh algoritma yang hanya mengejar klik, tetapi oleh ekosistem pengetahuan yang membuat mereka lebih cakap, lebih kritis, dan lebih peduli pada Indonesia.

Penulis:

Aqilah Ghaliizda Hajianto ( Mahasiswa Vokasi, Teknologi Kesehatan Gigi Unair )

Editor : Arif Ardliyanto

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network