Lebih dari itu, IG menjadi instrumen untuk menguatkan posisi petani dalam rantai pasok, meningkatkan daya tawar, serta membangun branding daerah yang bertumpu pada keaslian dan konsistensi mutu, bukan eksploitasi jangka pendek.
Haris menilai keberhasilan IG Beras Sintanur Lembah Raung tidak lahir secara instan, melainkan buah dari sinergi tiga pilar utama: petani sebagai penjaga tradisi dan standar mutu, pemerintah daerah sebagai penjamin kepastian hukum, serta industri sebagai penghubung produk dengan pasar.
“Tanpa petani tidak ada produk, tanpa pemerintah tidak ada perlindungan hukum, dan tanpa industri tidak ada nilai tambah ekonomi. Inilah bentuk ekonomi berkeadilan yang benar-benar berpihak pada masyarakat lokal,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pengakuan IG bukanlah akhir perjalanan. Tantangan ke depan justru terletak pada menjaga konsistensi kualitas, memperkuat pengawasan, serta memperluas promosi agar Beras Sintanur Lembah Raung semakin dikenal dan dihargai pasar.
Sementara itu, Bupati Bondowoso H. Abdul Hamid Wahid menyampaikan bahwa pengakuan Indikasi Geografis menjadi tonggak penting bagi produk unggulan daerah. Ia optimistis, keberadaan IG mampu meningkatkan kesejahteraan petani, memperluas akses pasar, serta mengukuhkan Bondowoso sebagai salah satu sentra beras unggulan nasional.
Beras Sintanur Lembah Raung Bondowoso dikenal memiliki aroma wangi khas, tekstur pulen, dan kandungan nutrisi tinggi. Keunggulan ini lahir dari kondisi agroklimat unik Lembah Raung yang tidak dapat ditiru daerah lain, sekaligus menjadi alasan utama perlindungan Indikasi Geografis.
Melalui peluncuran IG Beras Sintanur Lembah Raung Bondowoso “Sintanur Wangi”, Kanwil Kementerian Hukum Jawa Timur menegaskan komitmennya untuk terus mendorong perlindungan kekayaan intelektual sebagai pengungkit ekonomi lokal, peningkatan kesejahteraan petani, dan kontribusi nyata bagi ketahanan pangan nasional.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
