SURABAYA, iNews.id – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan memiliki dampak besar terhadap penjualan sapi. Pengamat Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Ulfi Pristiana, M.S. memprediksi adanya penurunan penjualan sapi bahkan inflasi.
Menurut dia, dampak secara ekonomi sangat terasa di Jawa Timur, bahkan Indonesia jika persoalan wabah PMK tidak kunjung mendapatkan solusi yang cerdas dari pemerintah. Apalagi, dalam waktu dekat akan ada peringatan Hari Raya Idhul Adha, hari berkorban bagi umat Muslim.
“Harus ada sinergi untuk menyelesaikan masalah wabah penyakit PMK. Ini akan sangat mengganggu ekonomi,” katanya.
Ulfi menuturkan, jika dipandang dari sudut ekonomi, keberadaan virus PMK memiliki dampak besar. Harga sapi yang biasanya landai, akan mengalami kenaikan. Ia menceritakan, saat ini sudah banyak sapi yang dikirim dari wilayah timur ke barat. Menurut pengalaman pedagang sapi, lanjut dia, fenomena ini menunjukan harga sapi mulai naik.
“Saya melihat sapi dari timur ke barat, ini pertanda sapi akan naik. Ini sesuai pengalaman pedagang-pedagang sapi, kebetulan keluarga saya di Situbondo pedagang sapi,” ujarnya.
Sesuai hukum ekonomi, hukum penawaran akan muncul kalau harga sapi naik maka permintaan akan turun. Itu sekarang sudah terjadi dopasaran, begitu juga harga daging. Pedagang tidak mau menyediakan daging banyak, karena permintaan turun. “Mudah-mudahan tidak panjang, supaya tidak ada inflasi. Harga naik turun permintaan turun terus, nilainya turun,” paparnya.
Pemerintah harus segera bertindak, dampak yang terjadi bakal besar. Jawa Timur memiliki dampak yang besar, karena PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang disumbangkan dari sektor perdagangan sapi cukup besar. “PAD secara umum Jawa Timur sekitar 40 persen. Harus dicari cara penanganannya secara cepat. Dinas Peternakan harus bergerak cepat mencari sosialisasi,” papar Ulfi.
Bahkan nantinya, jika persoalan ini tidak segera mendapat penangananya maka ada kemungkinan Indonesia melakukan impor sapi. Padahal peternak sapi sangat besar di Indonesia. “Ini alasan untuk impor, dan sangat mungkin ada kartel sapi,” jelas Kepala Prodi (Kaprodi) S1 Manajemen Untag Surabaya ini.
Sementara itu, dampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang berbagai daerah di Jawa Timur sangat berdampak bagi penjualan sapi di pasaran. Salah satunya penjualan di Pasar Dimoro Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sukorjo, Kota Blitar.
Salah satu pedagang di Pasar Dimoro Kota Blitar, Suriat mengaku, selama kurang lebih dua pekan terakhir, omzet penjualan sapi di pasar turun drastis. Bahkan harga sapi juga turut anjlok.
“Sangat berdampak mas, biasanya setiap ke pasar laku empat sampai lima sapi, sekarang satu sapi saja, bahkan tidak ada pembeli,” ungkap Suriat.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait