Menurut alumni Akpol 2001 itu, para tersangka merupakan dalam satu jaringan dan sebagai pengedar. Rata-rata per butir pil dauble L tersebut dijual antara Rp3 ribu sampai Rp5 ribu dengan sasaran masyarakat kelas menengah ke bawah. Dari hasil pengembangan penyelidikan, para tersangka merupakan antar kota, antar provinsi.
Setelah dilakukan pendalaman mereka mendapatkan barang narkoba ini dari luar Provinsi Jawa Timur, dipaketkan ke Mojokerto. “Tidak hanya melayani Mojokerto Raya saja namun juga daerah penyangga yang ada di wilayah Mojokerto ini juga menjadi market dan jaringannya,” ungkap dia.
Ia berjanji akan terus melakukan pengembangan dan menelusuri jaringan mereka. Akan tetapi, sejauh ini informasi yang didapatkan mereka menggunakan sistem sel terputus. Diduga, jaringan ini dikendalikan Narapidana di dalam sel tahanan Lapas Madiun. “Kita masih melakukan pengembangan karena jaringan ini menggunakan sistem sel terputus. Mau ditanya pun tidak mengaku,” terang Rofiq.
Sementara itu, kepada polisi tersangka Ade Prayogo alias Ambon mengaku, belum pernah terlibat dalam peredaran narkoba. Baang bakti pil double L yang disimpan merupakan titipan dari temannya. “Tidak pernah. Titipan (barang bukti pil double L sebanyak 3.000.000 butir),” tukas dia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait