SURABAYA, iNews.id - Tahun ini Indonesia memperingati 24 tahun reformasi. Pada 21 Mei 1998 silam, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 tahun.
Lantas bagaimana perjalanan bangsa ini setelah terjadi reformasi? Bagaimana dengan agenda-agenda reformasi seperti penghapusan Dwifungsi ABRI (sekarang TNI), kemudian constitutional reform (perubahan UUD), dan yang paling penting adalah demokrasi dan pemberantasan KKN?
Ahli hukum tata negara sekaligus pengamat politik Indonesia, Refly Harun, mencoba membongkar kesaksian dari Dr Rizal Ramli (RR). Dia merupakan pelaku sejarah. RR adalah orang yang terlibat dari dalam, dari pinggir, dari luar saat reformasi terjadi.
Apalagi, baru-baru ini RR mengeluarkan pernyataan mengejutkan dan terkesan ngeri-ngeri sedap saat menjadi tamu dalam Refly Harun Podcast. RR mengungkapkan statemen jika Indonesia akan lebih baik kalau tanpa Jokowi.
Padahal, ujar Refly, Boni Hargens menyebut bahwa Jokowi adalah presiden terbaik, namun bagi Rizal Ramli Indonesia akan lebih baik tanpa Jokowi.
RR tak menampik. Dia mengakui memang banyak pertanyaan, apakah kalau Jokowi mundur, baik karena mengundurkan diri atau dimundurkan, Indonesia akan lebih baik? Apakah Indonesia akan lebih damai dan apakah kehidupan ekonomi rakyat akan lebih baik?
"Kami menyatakan tidak benar Indonesia akan lebih susah, lebih bermasalah atau lebih tidak damai kalau Jokowi berhenti. Justru sebaliknya, Indonesia akan lebih damai karena perpecahan ini direkayasa oleh buzzer rupiah dan influencer rupiah yang berbayar sebagian dari anggaran dan sebagian oleh pendukung-pendukung penguasa," tegas RR seperti dikutip dari YouTube Refly Harun, Sabtu (4/6/2022).
Otomatis, lanjut RR, jika Jokowi mundur atau dimundurkan, kehebohan seperti Islamophobia akan berhenti dan hidup kita akan jauh lebih damai karena sebelumnya bangsa ini sudah tidak ada masalah tentang perbedaan agama, suku, dan warna kulit.
"Ini juga sesuai dengan Sumpah Pemuda yang jadi awal kebangkitan bangsa kita. Tetapi berapa tahun terakhir, kita diadu terus soal agama dan macam-macam lainnya. Saya yakin bahwa pasca Jokowi, justru Indonesia akan lebih damai dan teduh," kata RR optimistis.
Kedua, RR melihat selama beberapa tahun terakhir KKN kembali terjadi. Padahal dulu reformasi sangat-sangat anti KKN. Tetapi, belakangan ini malah makin menggurita.
"Pemerintahan pasca Jokowi pasti akan lebih tegas untuk menegakkan KKN karena kita tahu KKN itu merusak kesempatan rakyat kita untuk hidup lebih baik," ujarnya.
Ketiga, rinci dia, kehidupan rakyat pasti akan lebih baik karena pemerintahan pasca Jokowi akan melakukan hal penting yaitu memenuhi dan menjawab tuntutan mahasiswa dan rakyat, yaitu tentang kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.
Pemerintahan pasca Jokowi akan mampu menurunkan harga minyak goreng di bawah Rp 14.000 yang hari ini masih di atas Rp 19.000-an karena pemerintahnya akan jauh lebih berwibawa dibandingkan yang hari ini.
Kemudian, RR yakin jika pemerintahan pasca Jokowi akan menurunkan tarif listrik ke situasi 2 tahun yang lalu sehingga rakyat bisa lebih irit dalam membayar listrik sehingga di kantongnya ada uang.
Tak hanya itu saja. Pemerintahan pasca Jokowi juga akan melakukan subsidi terhadap elpiji 3 kg sehingga ibu-ibu dan penjual gorengan akan bisa lebih hemat dan punya uang lebih banyak di kantongnya.
Selanjutnya, pemerintahan pasca Jokowi akan lakukan dua hal lain agar supaya rakyat punya uang.
"Tetapi saya tidak usah umumkan dulu, karena takut ada yang mencontek yang tidak punya ide untuk melaksanakan ini," kata Menko Ekuin era Gus Dur tersebut.
Bahkan RR memastikan, untuk membantu supaya rakyat kehidupannya lebih baik, pemerintahan pasca Jokowi akan menegosiasikan utang sehingga cicilan utang pokok dan bunga yang satu tahun Rp 770 triliun akan dipotong setengahnya.
"Ada penghematan sekitar Rp 350 triliun yang akan kita pakai untuk membangun sistem wifi gratis di seluruh Indonesia yang canggih sehingga ibu-ibu tidak rebutan dan berantem dengan anak-anaknya hanya soal pulsa. Rakyat kita akan punya kesempatan belajar memanfaatkan wifi yang bagus, agar kreatif dan punya kesempatan untuk melakukan bisnis online secara lebih masif," bebernya.
Kemudian, untuk memicu agar usaha kecil dan menengah berkembang, karena selama ini yang menciptakan lapangan kerja paling banyak bukan perusahaan-perusahaan besar namun usaha kecil dan menengah, pemerintahan pasca Jokowi akan meningkatkan alokasi kredit UMKM yang sangat mengalami kesulitan selama 2 tahun terakhir.
Dalam 2 tahun, alokasi kredit UMKM yg hanya 18% akan ditingkatkan menjadi 30% dari total kredit nasional. Dampaknya terhadap ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja akan luar biasa.
"Selama ini, di dunia internasional, mohon maaf, Indonesia tidak dianggap dan dilecehkan. Visi, cita-cita dan kemampuan internasional pemerintah pasca Jokowi akan jauh lebih baik dari Jokowi hari ini," kata dia.
RR menambahkan, warsab Jokowi seperti proyek-proyek infrastruktur yang mangkrak dan hutang lebih dari Rp 7000 Trilliun, pemerintah pasca-Jokowi akan disibukkan dengan kerja bagaimana membereskan proyek-proyek yang dibuat tanpa perencanaan yang matang.
"Dan banyak yang hanya sekedar proyek-proyekan demi mark-up 30% tanpa memikirkan manfaat dan konsekuensi pembiayaannya," ungkap RR yang pernah berhasil menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut.
Dari semua optimisme pasca kepemimpinan Jokowi nanti, RR mengatakan ada pelajaran penting dalam sejarah, yaitu bahwa perubahan itu tidak terelakkan, change is inevitable.
"Bukan karena saya atau Refly ingin perubahan. Kalau kondisi objektifnya belum matang maka tidak akan terjadi apa-apa. Kalau ada yang merasa tidak perlu perubahan, tetapi kalau kondisi objektifnya sudah matang, maka perubahan tetap akan terjadi. Jadi, pertanyaan yang mendasar, apakah kondisi objektif perubahan itu sudah matang atau belum? Menurut kami sudah matang," ujarnya.
Pada Oktober 1996, RR mengeluarkan laporan Economic Outlook yang memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami krisis ekonomi akhir 1977-1998.
Analisis menggunakan indikator utang swasta yang sudah sangat tinggi, current account defisit yamg besar dan mata uang rupiah yang over-valued.
"Perkiraan kami waktu itu dibantah oleh menteri keuangan, Gubernur Bank Indonesia, lembaga dan analis-analis asing bahwa kesimpulan itu ngawur. Tapi semuanya terjadi, krisis ekonomi akhir 1997-98 dan krisis politik Mei 1998 yang berujung dengan mundurnya Presiden Suharto Mei 1998," ungkap RR.
Lantas, mengapa saat ini kondisi objektif perubahan sudah matang ?
Alasan pertama, kondisi ekonomi rakyat golongan menengah ke bawah saat ini sangat susah. Lebih susah daripada bulan Maret-April 1998.
RR menyebut jika pada 1998, yang bermasalah adalah konglomerat karena memiliki hutang terlalu banyak sehingga akhirnya akses pembiayaan mereka dari luar negeri distop.
Namun usaha kecil dan menengah bahkan berkembang, menggantikan sebagian barang impor dan didukung oleh kondisi likwiditas yang masih baik.
"Tapi hari ini, rakyat menengah ke bawah kita betul-betul susah karena pekerjaan tidak ada, juga uang yang beredar sedikit sekali. Pendapatan yang naik besar hanya untuk oligarki yang menguasai mineral, tambang, sawit, tetapi rakyat biasa susah sekali," ujarnya.
Alasan kedua, pemerintah mengalami kesulitan likuiditas karena ingin terus menambah termasuk membuat ibukota baru. Padahal, ujar RR, jika penerimaan negara sedang turun, seperti ekonomi rumah tangga, maka pengeluaran harus dikurangi.
"Tetapi, semangat proyek luar biasa karena mark-up dari setiap proyek tersebut minimum 20%. Itulah yang menjadi bancaan para pejabat, mereka tidak peduli bagaimana membayar utang utk proyek-proyek tersebut," katanya.
Pembangunan tanpa perencanaan yang matang dan cendrung ugal-ugalan ini berdampak fatal. Harga dan tarif akhirnya harus dinaikkan, baik tarif, pajak, listrik, dan semua hal harus dinaikkan untuk menutupi kondisi keuangan negara yang memang berat.
Faktor ketiga, adalah faktor internasional yang menganggap rezim ini adalah rezim pro-Beijing yang semi-otoriter dan tidak mampu menyelesaikan masalah dasar kebutuhan rakyatnya.
"Barangkali masih ingat, beberapa minggu yang lalu terjadi di Sri Lanka, negara dengan proyek infrastruktur ugal-ugalan, yang dibiayai dengan utang jor-joran, akhirnya ekonomi collapse, dan rakyatnya marah. Akhirnya keluarga Rajapaksa diturunkan secara paksa oleh rakyat Sri Lanka," terang RR.
Semakin lama semakin tajam friksi antara negara-negara demokratis dan negara tidak demokratis. RR menegaskan, dunia luar melihat bahwa rezim ini sangat pro-Beijing dan semi-otoriter, semakin tidak demokratis dan tidak mampu menyelesaikan masalah kehidupan dasar dan kebutuhan pokok rakyat.
"Coba perhatikan, sebulan terakhir, berita internasional tentang pemerintahan Jokowi rata-rata semuanya negatif, beda dengan tahun lalu. Pemberitaan negatif itu tentu akan berlanjut," tandasnya.
"Kalau ketiga faktor tadi bergabung, kondisi ekonomi rakyat golongan menengah ke bawah yang susah, keuangan negara yang selalu menaikan harga-harga karena kesulitan likuiditas, dan persepsi dunia internasional, maka perubahan akan terjadi karena kondisi objektifnya sudah matang," pungkasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait