get app
inews
Aa Text
Read Next : Wujudkan Lingkungan Bebas Sampah, LMI Gelar Aksi Resik Kali

Muara Angke dan Pulau G Banjir Sampah Sachet, Aktivis ECOTON: Sachet Unilever Paling Tinggi

Minggu, 19 Juni 2022 | 18:47 WIB
header img
Pemerintah pusat maupun daerah wajib menyediakan sarana dan fasilitas yang berguna untuk mencegah sampah yang akan mengakibatkan pencemaran dan kerusakan laut. (Foto: Ecoton)

JAKARTA, iNews.id - Pegiat lingkungan dari Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebut, Muara Angke dan Pulau G Penjaringan, Jakarta Utara, dibanjiri sampah sachet.

Itu diketahui setelah mereka melakukan kegiatan susur dan brand audit di Muara Angke dan Pulau G pada (14/6) kemarin. 

Koordinator Zero Waste Cities Ecoton, Alaika Rahmatullah mengatakan kegiatan susur dan brand audit bertujuan untuk mengidentifikasi sampah yang dihasilkan oleh suatu produsen yang mendominasi pencemaran di lingkungan. 

“Brand audit termasuk salah satu cara untuk mengetahui jenis sampah berdasarkan merek kemasan yang banyak tercecer di lingkungan, dan sudah seharusnya sampah tersebut menjadi tanggung jawab produsen,” ujarnya, Minggu (19/6).

Dilansir dari penelitian McKinsey and Co. dalam Ocean Conservancy menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penghasil sampah plastik terbanyak di dunia setelah China. 

Meningkatnya produksi kemasan sachet dan plastik sekali pakai menimbulkan sebuah ancaman terhadap lingkungan karena sifatnya yang sulit terurai oleh lingkungan.

Lima produsen besar menjadi top polluters pencemaran sampah plastik sachet sepanjang Muara Angke dan Pulau G diantaranya Unilever 58 persen, Indofood 14 persen, Wings 14 persen, Santos Jaya Abadi 9 persen, dan Mayora 4 persen.

Alaika Rahmatulloh menjelaskan, bahwa sampah plastik sachet berbahaya bagi lingkungan. Secara fisik, sampah plastik sachet dapat terfragmentasi menjadi serpihan partikel mikro yang disebut mikroplastik yang berukuran 5 mm, yang dapat tertelan oleh organisme seperti ikan dan udang, serta kerang. 

"Sementara organisme yang terkontaminasi mikroplastik tersebut berbahaya jika sering dikonsumsi oleh manusia," terangnya. 

Alumnus Sarjana Sains UINMA ini mengungkapkan, secara kimia, plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya. 

Terdapat zat pemlastis (plasticizer) yang sudah terkonfirmasi oleh peneliti sebagai senyawa pengganggu hormon contohnya bisphenol-A (BPA), phthalates dan lain sebagainya. 

BPA merupakan toksin estrogenik yang berasal dari bahan baku produksi plastik berpotensi menimbulkan penyakit, bahkan sudah terkonfirmasi pada beberapa penelitian bahwasanya BPA termasuk sebagai agen diabetogenik (zat yang dapat memicu terjadinya kenaikan gula darah pada penyakit diabetes). 

Sementara itu, phthalates juga dapat memicu pubertas dini, gangguan metabolisme dan fungsi organ tubuh. 

"Tidak hanya itu, ada beberapa zat-zat kimia berbahaya yang terkandung dalam kemasan sachet seperti dioksin, senyawa perlourinasi, retardants dan lain-lain," tegas Alaika.

Koordinator Sensus Sampah Sachet, Kholid Basyaiban menambahkan, sampah-sampah plastik sachet yang berhasil dikumpulkan dan audit ini merupakan salah satu bukti nyata, bahwasanya belum ada penanganan yang serius dari produsen.

Terutama dalam hal pertanggung jawaban dan kepatuhan mereka terhadap Pasal 15 UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, yang menjelaskan kewajiaban setiap produsen atas sampah yang di hasilkan melalui Upaya EPR.

“PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPLH pasal 242 menjelaskan terkait kewajiban Menteri, Gubernur atau bupati/walikota atas pencemaran dan kerusakan laut yang berasal dari darat baik berupa limbah maupun sampah," tegasnya.

Pemerintah pusat maupun daerah juga wajib menyediakan sarana dan fasilitas yang berguna untuk mencegah sampah yang akan mengakibatkan pencemaran dan kerusakan laut sesuai amanat pasal 242 ayat 3 PP Nomor 22 tahun 2022.
 
"Dan perlu diketahui bahwa Muara Angke dan Pulau G termasuk Kawasan lindung yang harus nihil sampah sesuai amanat yang tertuang dalam lampiran 1 PP Nomor 22 tahun 2021," tuturnya. 

Lebih lanjut, Koordinator Legal dan Advokasi Ecoton ini menegaskan, produsen UNILEVER yang menjadi Polluters teratas, harus menjadi market leader dengan menjadi contoh industri yang berkelanjutan dengan mendesain ulang kemasan sachet menjadi kemasan minim sampah. Yaitu kemasan yang dipakai ulang dengan sistem penjualan secara isi ulang, 

"Terutama di kawasan pedesaan dan kepulauan yang jauh dari pusat kota dan tidak memiliki akses pelayanan pengelolaan samah yang layak dari pemerintah," tandasnya.

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut