SURABAYA, iNews.id - Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) "pamer" kematian. Beragam upacara kematian di Nusantara dibingkai rapi dalam sebuah Museum dan Pusat Kajian Etnografi.
Pamer “kematian” merupakan tema yang diusung oleh museum Universitas pertama di Indonesia tersebut.
Pengunjung yang masuk museum akan menjumpai pajangan kerangka manusia, seperti tengkorak. Di samping kiri pintu masuk museum, ada sebuah replika dan informasi tentang ritual adat.
Disini ada Ma’ Nene’, yaitu adat kematian budaya suku Toraja. Ritual tradisional suku Toraja ini menjelaskan bagaimana saat jenazah leluhur keluarga Toraja akan dibersihkan, digantikan baju dan kainnya.
Lebih dalam lagi, pengunjng melewati lorong gelap. Di samping kanan lorong, pengunjung bisa melihat suasana seperti di dalam kubur. Lengkap replika mayat yang sedang terbujur di liang lahat.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menyebut Museum dan Pusat Kajian Etnografi, Fakultas Fisip, Unair ini adalah museum universitas pertama di Indonesia.
"Meskipun tema tata pamer museum ini menyeramkan, tetapi disajikan dengan cara populer," katanya seperti dikutip dari laman situs kemdikbud.
Hilmar mengatakan, meskipun kematian adalah hal yang paling penting yang dipikirkan manusia, namun disisi lain kematian merupakan bagian dari siklus hidup yang selama ini tabu untuk dibicarakan dan ditakuti.
Terbukti, berbagai macam tata cara upacara kematian di Nusantara tidak hanya menjadi bagian penting dalam kehidupan. Akan tetapi upacara kematian bahkan harus menelan biaya yang sangat tidak sedikit.
Ia menegaskan, sebagai bagian dari ilmu etnografi, maka kematian dikemas dalam wajah potret budaya. Desain tata pamer museum juga disesuaikan dengan segmentasi, terutama anak-anak muda.
Dengan mengunjungi museum, orang akan mendapatkan gambaran bagaimana nasib raga manusia setelah mati. Kemudian cara mengidentifikasi kembali dan bagimana melacak kehidupan masa lampau, meliputi perkembangan fisik dan persebarannya.
"Semua informasi diramu sebagai ekspresi ilmu antropologi budaya dan antropologi ragawai, dengan irisan bidang ilmu lain. Jadi kesan seram dan menakutkan direduksi di museum ini," terangnya.
"Kematian bukan akhir suatu kehidupan, tapi awal suatu kehidupan yang baru. Kematian bukan berarti salam perpisahan, hal ini dapat kita lihat dan alami sendiri dari budaya-budaya Nusantara," imbuhnya.
Sebagai informasi, Museum dan Pusat Kajian Etnografi Universitas Airlangga yang berdiri kampus B, Jalan Dharmawangsa Surabaya ini didirikan pada 25 September 2005 di bawah Departemen Antropologi FISIP dan diresmikan oleh Rektor Universitas Airlangga.
Museum Etnografi ini telah terdaftar sebagai anggota Asosiasi Museum Daerah (AMIDA) Jawa Timur. Museum ini ingin menjadi pusat informasi dan pendidikan yang dibalut dalam suasana yang menyenangkan, sehingga mempengaruhi keinginan untuk belajar.
Editor : Ali Masduki