JAKARTA, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terus melakukan pemeriksaan impor garam industri tahun 2016-2022. Kejagung juga telah memeriksa dua gudang milik dua perusahaan di Surabaya, sisanya berada di Cirebon.
Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melangsungkan penggeledahan di sejumlah kota berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Kejagung , Kuntadi menyampaikan, sampai saat ini setidaknya sudah ada sejumlah gudang dan pabrik yang ada di empat kota jadi operasi penggeledahan, sejak 20 September 2022 lalu.
"Kita lakukan penggeledahan di tiga tempat, dua di Surabaya dan di Cirebon satu. Dan tanggal 21 September geledah di Bandung Barat, dan hari ini kita geledah dua tempat di Sukabumi," sebut Kuntadi kepada wartawan saat jumpa pers, (22/9/2022).
Kuntadi menyatakan, jika penggeledahan yang dilakukan di tempat pabrik pengolahan dan gudang tersebut. Setidaknya telah meyakini penyidik adanya pelanggaran tindak pidana dalam kasus impor garam.
"Jadi dari hasil penggeledahan itu kita semakin yakin bahwa benar telah terjadi penyalahgunaan fasilitas impor garam industri yang kemudian tidak dijual ke tempat untuk kepentingan aneka makan sebagaimana mestinya," ucapnya.
"Tapi justru masuk ke pasar konsumsi umum. Nah ini yang tentu saja berdampak, pada industri garam lokal yang tidak bisa bersaing dengan industri garam impor," tambah Kuntadi.
Sebelumnya, Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 1 orang saksi dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022.
"Saksi yang diperiksa yaitu MM selaku Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022," kata Ketut pada siaran pers Selasa 20 September 2022.
Pemeriksaan saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022.
Adapun dalam kasus ini Kejaksaan Agung belum menetapkan seorang pun tersangka, walaupun kasus telah dinaikan ke tahap penyidikan dengan keyakinan dugaan adanya tindakan pelanggaran pidana.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2016 sampai dengan 2022.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, pihak Kemendag diduga meloloskan kuota impor garam sebanyak 3,7 juta ton atau senilai Rp 2 triliun lebih tanpa pertimbangan stok garam lokal.
"Bahwa pada tahun 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560 tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah," tutur Ketut dalam keterangannya, Senin (27/6/2022).
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi, dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekonomian negara.
"Tim Penyelidik telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan. Setelah dilakukan analisa dan gelar perkara, disimpulkan bahwa terhadap perkara impor garam industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana, sehingga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut, serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut," kata Ketut.
Adapun ketentuan Pasal yang disangkakan dalam kasus tersebut yaitu primair Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidiair Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Editor : Arif Ardliyanto