Lalu, dari mana keluhuran moral seorang Shalahuddin ini berasal?
Enam ratus tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 638 M, Sahabat Umar bin Khattab, salah seorang sahabat yang langsung meneladani keluhuran hidup Nabi, yang saat itu sedang menjadi pemimpin umat Islam menggantikan Abu Bakar, datang ke Kota Jerusalim (Aelia atau Ilya atau Acre) untuk menerima kunci Kota Jerusalim dari tangan Bishop Sophronius, setelah kota itu dikepung pasukan Islam beberapa bulan. Sebelum menerima kunci tanda pengambilalihan Kota Jerusalim dari tangan pasukan Kristen, Sayyidina Umar menulis sebuah perjanjian yang berisi jaminan keselamatan.
Apa yang dilakukan Sayyidina Umar adalah sesuatu yang sangat mengagumkan di waktunya. Saat itu, peperangan sama dengan pembantaian dan penghancuran yang dilakukan oleh sang pemenang.
Inilah isi perjanjian yang kemudian sangat dikenal dalam sejarah dengan istilah _al-Uhdah al-Umariyah_ (Perjanjian Umar):
_"Bismillahir rahmanir Rahim_. Ini adalah jaminan keamanan yang diberikan Hamba Allah, Umar, _Amirul Mu’minin,_ kepada penduduk Aelia:
Ia menjamin keamanan bagi jiwa, harta, gereja-gereja, serta salib-salib mereka, baik dalam keadaan sakit ataupun sehat, dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Gereja-gereja mereka tidak akan diambil alih dan tidak pula dirusak, dan tidak ada satu pun yang akan dikurangi dari gereja-gereja itu dan tidak pula dari sekelilingnya; serta tidak dari salib mereka, dan tidak sedikit pun dari harta kekayaan mereka. Mereka tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak seorang pun dari mereka boleh diganggu…. Dan jika ada sebagian dari penduduk Aelia yang lebih memilih untuk menggabungkan diri dan hartanya dengan Romawi, serta meninggalkan gereja-gereja dan salib-salib mereka, maka keamanan jiwa, gereja dan salib-salib mereka akan dijamin sampai mereka tiba di wilayah aman….”
Inilah ajaran Islam yang diucapkan dan diteladankan oleh sang Rasul, para Sahabatnya, dan para pengikutnya yang memahami Islam yang sesungguhnya. Jika saat ini, ada seorang Muslim yang menjadi teroris, yang mengebom orang-orang tak berdosa di sebuah negeri damai, dan menganggap seluruh tatanan di negeri ini sebagai _thaghut_ yang harus diperangi dan dilenyapkan, entah kepada siapa dia belajar Islam.
Andaikan Agus Sujatno alias Abu Muslim, pelaku bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, Bandung, menonton film _Kingdom of Heaven,_ tentu dia akan melihat bagaimana kemuliaan Islam ditindakkan oleh seorang Jenderal Muslim, Shalahuddin. Mungkin bagi orang seperti Agus Sujatno, semua film adalah _thaghut,_ apalagi film itu diproduksi oleh Amerika.
Editor : Arif Ardliyanto