get app
inews
Aa Read Next : UPN Veteran Jawa Timur Dorong Urban Farming di Gunung Anyar, Solusi Ketahanan Pangan Kota Surabaya

Kerajaan Mataram Kewalahan Taklukan Surabaya

Selasa, 21 Desember 2021 | 21:00 WIB
header img
Kerajaan Surabaya berdiri diperkirakan pada tahun 1365-an. (Foto: Arsip)

Surabaya merupakan salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh paling kuat diantara kerajaan-kerajaan pantai lainnya. 

Dalam buku berjudul Sejarah Indonesia Modern 1200-1800, Prof. Merle Calvin Ricklefs, menyebutkan bahwa Kalimantan dan Sukadana termasuk dalam wilayah kekuasaan Surabaya. 

Kitab sejarah juga menyebutkan bahwa pengaruhnya meliputi Jawa maupun luar Jawa. Yaitu Bawean, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Pulau Sulawesi bagian tengah hingga selatan dan sebagian Kepulauan Maluku bagian selatan.

Merujuk kitab karangan Surakarta, Ki Padmosusastro, pada tahun 1902 menyebutkan juga bahwa Kerajaan Surabaya telah ada sebelum Mataram Islam berdiri sebelum tahun 1570-an. Kerajaan Surabaya berdiri diperkirakan pada tahun 1365-an. 

Raja-raja Surabaya sebelum abad ke-17 tidak diketahui karena masih jarang sejarah sastra tulis di daerah pesisir pantai. Sedangkan pada abad ke-17 sendiri Kerajaan Surabaya dipimpin oleh Jayalengkara yang berhasil menahan dua periode penguasa Mataram.

Raja Mataram Pertama saat itu, Panembahan Senopati ingin menyatukan tanah Jawa dalam kekuasaan Mataram sehingga harus menaklukkan daerah-daerah yang belum dikuasainya dan salah satu daerah tersebut adalah Surabaya. 

Namun demikian Surabaya juga ingin menguasai Jawa Timur dan Jawa Tengah sehingga kedua kerajaan ini saling melakukan ekspansi untuk menancapkan kekuasaannya di tanah jawa.

Diceritakan bahwa Panembahan Senopati menyerang Tuban yang merupakan wilayah kekuasaan Surabaya pada tahun 1598. Penyerangan ini tidak membuahkan hasil dan Mataram mengalami kekalahan. 

Pada tahun 1600 Panembahan Senopati menyerang Pasuruan yang juga dalam termasuk kekuasaan Surabaya. Seperti penyerangan di daerah kekuasaan Surabaya lainnya Panembahan Senopati gagal mengalahkan Surabaya. 

Jadi hingga Panembahan Senopati meninggal yaitu pada tahun 1601 tidak ada daerah kekuasaan Surabaya yang ditaklukkan oleh Panembahan Senopati Ing Alaga.

Perjuangan untuk menaklukkan Surabaya diteruskan oleh putra Panembahan Senopati yaitu Panembahan Seda Ing Krapyak yang menjadi Raja ke-2 Mataram pada tahun 1610-1613 Raja ke-2 Mataram ini menyerang Surabaya. 

Penyerangan ini mengakibatkan sektor perekonomian Surabaya karena dalam penyerangan ini menghancurkan hasil-hasil pertanian di wilayah daerah kekuasaan Surabaya. 

Namun hal itu belum bisa Surabaya takluk dari Mataram hingga Panembahan Sedo Ing Krapyak meninggal dunia pada Oktober 1613. Jadi lagi-lagi Surabaya belum bisa ditaklukkan oleh Mataram.

Hingga perjuangan untuk menaklukkan Pulau Jawa dilanjutkan oleh putra Panembahan Seda Ing Krapyak yaitu Sultan Agung. 

Sultan Agung belajar dari kegagalan ayahnya dan kakeknya dalam hal menaklukkan Surabaya. Dia tidak serta merta menyerang Surabaya dengan pasukan yang banyak karena dia tahu bahwa Surabaya mempunyai sekutu yang siap membantu dalam mempertahankan kekuasaannya selain itu Kota Surabaya memiliki pertahanan yang sangat kuat.

Winongan hanya sebuah Kecamatan yang berada di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur saat ini, yang letaknya berada di sebelah Tenggara Surabaya. 

Di kota kecil itulah pada tahun 1614 pasukan Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Surontani mendirikan pusat komandonya sekaligus mengkoordinasikan serangan Mataram ke daerah Timur. 

Sejak tahun 1614 mulai dari Winongan bala tentara Mataram merongrong kekuasaan Surabaya. Serangan demi serangan pun dilakukan di wilayah-wilayah kekuasaan Suarabaya di pantai utara Jawa, mulai dari Tuban, Gresik hingga terus merangsek ke jantung Kota Surabaya.

Ada dua kerajaan yang menjadi musuh Mataram yaitu Surabaya di Timur dan Banten di Barat. Sejak kepemimpinan Panembahan Hanyokrowati gigih memperluas pengaruhnya di Jawa. 

Beberapa tahun menjelang akhir kekuasaannya, Raja yang setelah meninggal diberi gelar Panembahan Seda Ing Krapyak memang menjalani poltik luar negeri yang aktif. 

Mengutip sejarawan Mataram Islam, HJ De Graaf, panembahan memperkerjakan Juan Pedro Italiano seorang petualang dari Italia yang telah masuk Islam untuk melobi para pedagang dari Belanda.

Semasa hidupnya Panembahan Seda Ing Krapyak gencar memerangi Surabaya namun tidak pernah berhasil menaklukkan Kota Surabaya yang terkenal memilik pertahanan yang kuat itu. 

Ketika Sultan Agung menggantikan posisi Penembahan Seda Ing Krapyak pada tahun 1613 raja baru tersebut meneruskan cita-cita ayahnya yang belum tercapai karena keburu wafat pada bulan Oktober 1613. 

Pada saat Sultan Agung memerintah taktik lain dijalankan, alih-alih menyerang langsung Surabaya akan tetapi sultan yang sebelum dinobatkan bernama asli Raden Mas Jatmiko itu memilih untuk menaklukan terlebih dahulu daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Surabaya.

Beberapa bulan setelah penobatannya Sultan Agung memberikan titah kepada Tumenggung Surontani untuk menyiapkan kekuatan bala tentaranya dan menyerang bagian Timur daerah kekuasaan Surabaya serta memberi perintah bunuh siapa saja yang mundur dari gelanggang pertempuran. 

Serangan pertama ditujukan ke Pasuruan akan tetapi serangan pertama tersebut gagal karena pasukan Pasuruan bertarung dengan gigih dan habis-habisan untuk mempertahankan daerahnya serta mengakibatkan pasukan Mataram mundur.

Sementara untuk membangun kekuatan pasukannya kembali maka Tumenggung Surontani memerintahkan Tumenggung Alap-Alap untuk menyerang Lumajang dan Renong namun Bupati kedua daerah itu berhasil melarikan diri. 

Tumenggung Alap-Alap berhasil menjarah harta benda milik Bupati dan membawa semua perempuan untuk dibawa pulang. 

Aksi penyerangan dilanjutkan ke daerah Malang dan berhasil manangkap Bupati Malang Ronggo Toh Jiwo yang sempat melarikan diri dari kejaran pasukan Tumenggung Alap-Alap.

Cara penyerangan dan aksi teror yang ditebar oleh pasukan Mataram ini berhasil membuat ketakutan semua daerah-daerah protektorat Surabaya. Dalam waktu yang singkat Mataram berhasil menggempur daerah-daerah di Jawa Timur. 

Tidak semua serangan Mataram berhasil, ada juga beberapa pertempuran yang mengakibatkan pasukan Mataram kocar-kacir seperti pertempuran yang terjadi di Sungai Andaka yang kini bernama Sungai Brantas. Dimana dua pemimpin dari pasukan Mataram yakni Arya Surontani dan Ngabehi Ketawang wafat dalam pertempuran tersebut.

Menyerang terlebih dahulu kota-kota satelit disekitar Surabaya tujuannya adalah untuk memutus jalur logistk yang bertujuan ke Surabaya. 

Sebagai kota pelabuhan Surabaya menggantungkan dirinya pada daerah-daerah pedalaman untuk suplai kebutuhan sehari-hari bahkan kebutuhan akan air pun diambil dari Kalimas, salah satu dari dua pecahan aliran Sungai Berantas dari Mojokerto. 

Kelak dari Sungai Berantas inilah yang membuat Surabaya bisa dibuat bertekuk lutut. Taktik demikian dilakukan karena serangan langsung ke Surabaya seringkali gagal karena bala bantuan dari Madura selalu membantu Surabaya untuk mempertahankan daerahnya.

Diceritakan oleh Prof. Merle Calvin Ricklefs,  bahwa lingkaran Surabaya adalah 5 mil dalam rangak mempertahankan diri dari musuh, disetengah kota dikelilingi oleh tembok dan setengahnya lagi dikelilingi oleh baliwerti atau onggokan tanah serta dikelilingi oleh parit, diantara parit dan tembok tadi tadi terdapat tanggul yang sangat kuat. 

Disetiap jarak terjauh tembakan meriam terdapat satu benteng kecil berbentuk bujur sangkar, yang disetiap benteng tersebut memiliki sepuluh sampai dua belas Meriam. Maka tidak heran apabila sangat sulit ditaklukkan.

Sultan Agung menyadari hal itu maka dalam rangka menaklukkan Surabaya dia tidak langsung menyerang ke pusat kota. 

Namun dia terlebih dahulu menguasai daerah-daerah bawahan yang menjadi pemasok bahan makanan ke pusat Kota Surabaya. Pada tahun 1614 memerintahkan untuk menyerang daerah kekuasaan Surabaya bagian Selatan seperti ujung Timur yaitu Malang dan Pasuruan. 

Penyerangan tersebut tidak membuahkan hasil dan ketika tentara Mataram mini pulang diserang lagi oleh tentara Surabaya namun tentara Mataram berhasil memenangkan pertempuran tersebut.

Pada tahun 1615 Mataram dapat menguasai Wirosobo yaitu daerah antara Jombang dan Mojokerto yang dulunya disinyalir merupakan tempat Kraton Majapahit. Penaklukan ini sangat berarti dikarenakan Wirosobo adalah merupakan pemasok air bersih sekaligus pemasok bahan makanan ke Surabaya. 

Surabaya tidak tinggal diam saja dan pada tahun itu juga Surabaya melakukan ekspedisi untuk menyerang balik Mataram melalui pantai utara. Dalam perjalanannya Surabaya meminta bantuan pada Pajang namun Pajang yang merupakan daerah kekuasaan Mataram tidak mau memberikan bantuan kepada Surabaya. 

Ekspedisi ini diketahui oleh Mataram sehingga Sultan Agung memerintahkan untuk mengepungnya. Akhirnya Surabaya dapat ditumpas Mataram di Siwalan Pajang.

Pada tahun 1616-1617 Sultan Agung berhasil menguasai Lasem dan Pasuruan. Pada tahun 1617 ini pula Pajang yang merupakan daerah kekuasaan Mataram memberontak sehingga Sultan Agung menghancurkan Pajang dan memindahkan penduduknya ke Mataram. Penguasa Pajang akhirnya pergi ke Suarabaya untuk mencari perlindungan.

Pada tahun 1619 Mataram berhasil menguasai Tuban yang merupakan penghasil kayu jati yang digunakan untuk membuat kapal-kapal Surabaya. Setelah berhasil menguasai Tuban maka Mataram mulai mengembangkan Angkatan Laut-nya untuk menyaingi dan menaklukkan kekuatan Surabaya melalui jalur laut. 

Hal ini pula yang mengakibatkan takluknya daerah kekuasaan Surabaya diseberang pulau yaitu Kalimantan dan Sukadana pada tahun 1622. Mataram mengirimkan 70 kapal dan 2 ribu prajurit untuk menaklukkan Kalimantan dan Sukadana yang dipimpin oleh Adipati Kendal yaitu Tumenggung Bahureksa.

Dua tahun setelah penaklukkan Tuban Sultan Agung mengirimkan pasukan lagi untuk menyerang Madura yang menjadi sekutu Surabaya. Penyerangan ini bertujuan untuk memutus suplai penting sekaligus untuk mengepung Surabaya. 

Surabaya tidak tinggal diam maka terjadilah peperangan antara Surabaya dengan Madura melawan Mataram di Madura. Penyerangan ini dipimpin oleh Tumenggung Ketawangan dan Tumenggung Alap-Alap.

Menurut Ki Padmosusatro, peperangan ini merupakan peperangan terhebat dalam sejarah penyerangan Mataram. Hal ini dikarenakan kekuatan Surabaya yang bergabung dengan Madura sangat tangguh hingga membuat Mataram mengirimkan lagi bantuan pasukan sebanyak 80 ribu untuk mengalahkannya. 

Selain itu peperangan yang sangat besar ini menimbulkan kerugian yang sangat besar pula bagi kedua belah pihak. Namun hal ini belum juga membuat Surabaya menyerah pada Mataram.

Perlu diketahui bahwa Madura sangat berperan penting bagi kekuatan pertahanan Surabaya karena apabila Surabaya mendapat serangan maka Madura langsung membantu untuk mengamankan daerah kekuasaannya. 

Jadi tidak heran Mataram mengalami kerugian yang sangat besar pada saat melakukan serangan dan menaklukkan Madura pada tahun 1624 tersebut.

Setelah takluknya daerah-daerah penyuplai Surabaya pada Mataram, Mataram tidak serta merta langsung menyerang Surabaya akan tetapi mendirikan perkemahan di Mojokerto dan mencari cara serta menunggu waktu yang tepat untuk menyerang Surabaya. 

Meskipun daerah-daerah sekitar Surabaya sudah berhasil ditaklukkan oleh Mataram namun pertahanan Surabaya masih sangat terlalu kuat untuk ditembus oleh tentara Mataram.

Setelah penaklukkan daerah-daerah sekitar Surabaya maka Surabaya mendapat suplai makanan dari daerah-daerah kekuasaannya yang telah ditaklukkan oleh Mataram. Penduduk Surabaya banyak yang kelaparan serta banyak yang meninggal dikarenakan bencana kelaparan tersebut. 

Setelah bertempur lebih dari satu dekade akhirnya Mataram berhasil memasuki daerah pinggiran Surabaya yang terkenal dengan pertahanannya yang sangat Tangguh tersebut.

Pada tahun 1624 pasukan Mataram dibawah kepemimpinan panglima perangnya yaitu Tumenggung Ketawangan dan Tumenggung Alap-Alap menggempur Surabaya. 

Dari sumber Belanda, sebagaimana dikutip dari Sejarawan, Hermanus Johannes De Graaf, kendati sudah berhasil menembus brigade Surabaya akan tetapi pasukan Mataram belum berhasil untuk menaklukkan pasukan Surabaya yang gigih mempertahankan pusat kotanya. 

Tentara mataram pun kembali menebar terror ke penduduk pinggiran Kota Surabaya. Ladang dan sawah milik penduduk diporak-porandakan oleh pasukan Mataram yang bertujuan untuk menyerah kepada Mataram seperti yang terjadi pada penduduk Sampang di Madura.

Mengutip dari Sejarawan, Hermanus Johannes De Graaf, pertempuran dengan Surabaya sudah dalam tahap sangat kritis, sebanyak 80 ribu orang mengepung Kota Surabaya akan tetapi Mataram lebih memilih untuk defensive dan mencari cara yang mematikan untuk menaklukkan Surabaya. 

Pasukan Mataram mendirikan perkemahan di Mojokerto sambil waktu yang tepat untuk menyerang Surabaya.

Tumenggung Mangun Oneng yang diberi mandat untuk memimpin Surabaya lebih memilih untuk menghindari kontak fisik dengan pasukan Surabaya dikarenakan dapat merugikan pasukannya sendiri. Dia lebih memanfaatkan Sungai Berantas yang menjadi penyuplai air bersih bagi Surabaya. 

Kali melancarkan taktik membuat bendungan untuk menyumbat aliran air ke Surabaya dengan menggunakan batang pohon kelapa dan bambu yang diletakkan membentang dari dasar sungai sampai ke permukaannya.
  
Setelah air tersumbat dan hanya mengalir sedikit saja pasukan Mataram menceburkan bangkai binatang dan menceburkan keranjang buah aren. Bangkai menyebabkan air berbau busuk dan buah aren menyebabkan gatal-gatal yang luar biasa pada penduduk Surabaya sehingga pasukan Mataram dengan mudahnya menyerang Surabaya. 

Strategi tersebut tidak sia-sia dikarenakan selain ada masaalah kelaparan tadi kini muncul masalah baru yaitu penduduk Surabaya terkena wabah penyakit gatal-gatal yang luar biasa.

Strategi ini berhasil diketahui oleh Raja Surabaya dan Raja Surabaya memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan pemimpin pasukan Mataram karena Raja Surabaya tidak tega melihat rakyatnya yang terkena wabah tersebut. 

Raja Surabaya mengutus anaknya yaitu Pangeran Pekik beserta seribu pasukannya untuk menemui Tumenggung Mangun Oneng. Pada akhirnya pada 27 Oktober 1625 Surabaya menyerah pada Mataram. 

Mataram menang dari Surabaya bukan karena peperangan pasukannya akan tetapi karena Surabaya mengalami kelaparan dan wabah penyakit yang diderita penduduknya akibat strategi yang dilakukan oleh Mataram.

(Penulis: Oktavianto Prasongko)

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut