SURABAYA, iNewsSurabaya.id - SIdang dugaan penggelapan BBM dengan pelapor PT Meratus Line kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Saksi sekaligus terdakwa dalam perkara ini, Edi Setyawan membongkar kembali perkara penyekapan dirinya oleh Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line Slamet Rahardjo.
Upaya itu diakuinya untuk memaksa saksi mau menuduh Direksi Bahana terlibat dalam penggelapan BBM tersebut.
Diketahui, Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line, berinisial Slamet Raharjo pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyekapan Edi Setiawan yang tak lain adalah karyawan dari perusahaan pelayaran PT Meratus Line.
Penetapan Slamet sebagai tersangka terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hanya sampai sekarang tidak jelas ujung kasus tersebut.
Selain terungkap fakta mencokot paksa Direksi Bahana oleh manajemen Meratus dengan penyekapan, dalam sidang pada Jumat (10/2/2023) ini, terdakwa Edi yang menjadi saksi dalam perkara Nur Habid dan David Ellis Sinaga dan kawan-kawan, sempat ditanya jaksa Estik Dilla soal asal muasal beberapa asetnya seperti yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Saat itu, JPU Estik bertanya, dari manakah asal pembelian berupa 3 sertifikat hak milik (SHM) yang tersebar dibeberapa tempat tersebut.
Atas pertanyaan itu, Edi pun menjawab, jika aset itu didapatnya dari hasil berbisnis motor Vespa.
"Saya dari dulu jual vespa. Saya pernah jual vespa sampai Rp 350 juta. Saya beli Rp 50 juta, lalu saya biarkan hingga 1 sampai 2 tahun, saya jual lagi sampai Rp 350 juta. Jadi itu (aset) keuntungan vespa ditambah uang penghasilan istri juga," katanya.
Ia pun lalu ditanya soal aliran dana hasil penggelapan BBM yang dilakukannya. Edi menjawab dengan membenarkan sebutan jaksa yang membacakan BAP, jika sebagian uang itu digunakan untuk menyumbang pondok pesantren, masjid dan musala.
Untuk Masjid saja, ia pernah menyumbangkan hingga Rp600 juta. Sedangkan musala hingga Rp150 juta dan sebuah ponpes di Kediri hingga Rp125 juta.
Apakah hanya itu? Ternyata tidak, Edi mengakui jika sebagian besar uang itu juga digunakan untuk bersenang-senang. Lalu, dimana sertifikat aset-aset yang dimilikinya itu, Edi pun menjelaskan, bahwa hal itu sudah diserahkannya pada pihak PT Meratus Line.
Penyerahan surat berharga miliknya itu, diakui pada saat ia sedang disekap oleh pihak PT Meratus Line.
"Saya serahkan pada Meratus, pertama pas saya disekap, kerugian ini suruh tebus nanti saya dikeluarkan, tidak dilaporkan," ujarnya menirukan.
Editor : Ali Masduki