SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Junalis iNewsSurabaya.id, Ali Masduki, berbagi tips memotret pakai ponsel dalam "Lokakarya Pengoptimalan Kamera Ponsel Dalam Bidang Fotografi", yang dihelat pelajar SMK IPIEMS di Grand City Mall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3/2023). Lokakarya tersebut merupakan rangkaian acara gelar Karya Pangkalan Visual yang diselenggaran mulai tanggal 10 hingga 11 Maret 2023.
Dalam kesempatan ini, Ali yang juga anggota Pewarta Foto Indonesi (PFI) Kota Surabaya ini memberikan tips dan trik bagaimana memaksimalkan fitur kamera yang tersedia di ponsel. Menurutnya, untuk berkarya terutama dalam bidang fotografi, tidak harus menungu sampai memiliki kamera DSLR yang harganya tidak murah.
Ponsel yang selama ini selalu melekat, kata dia, sudah menyediakan fasilitas yang mumpuni. Sehingga ponsel pintar atau smartphone bukan hanya untuk berkomunikasi saja, namun bisa dimanfaatkan untuk mengasah skill foto dan video.
"Ponsel yang kita miliki sudah canggih. Disitu ada fitur untuk fotografi," katanya.
Namun, kata Ali, untuk menghasilkan karya foto yang bagus, seseorang harus memahami teknik dasar fotografi. Diantaranya dari sisi komposisi fotografi dan sudut pengambilan foto.
Terpinting lagi, pengguna kamera ponsel harus mengenal terlebih dulu ragam fitur yang disematkan. Semisal, didalam kamera ponsel ada fitur makro, panorama, food dan lainnya. Fitur-fitur tersebut sangat memudahkan pemiliknya untuk memotret.
"Kamera ponsel ini praktis. Gak ribet. Kita cukup belajar motret yang bagus saja," ucapnya.
Foto yang bagus, lanjutnya, memang subjektif. Setiap orang berbeda dalam menilai. Hanya saja, ada beberapa point yang musti dipertimbangkan ketika memotret agar foto menarik jika dilihat.
Untuk membuat supaya foto menarik, maka fotografer harus mempertimbangkan Point of Interest (POI). Yaitu sebuah titik fokus yang paling menarik dalam sebuah foto atau gambar.
"Di dalam penerapannya, Point of Interest ini sangat penting dan harus ada pada foto," ujarnya. Kemudian penempatan sebuah foto dalam satu frame. Selanjutnya garis dan perspektif, serta framing.
Ali menjelaskan, foto-foto yang menarik tersebut bisa diproduksi dengan kamera ponsel. Lantas bagaimana kualitasnya? Ali tidak menampik bahwa sebagus-bagusnya foto yang dihasilkan dari ponsel, tetap memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan kamera DSLR. Terutama dari segi jangkauan dan resolusinya.
“Di sini yang saya tekankan adalah bagaimana kemudian kita memanfaatkan gadget kita ini untuk melakukan hal positif. Untuk memotret sebuah momen yang akhirnya bisa menjadikan suatu lapangan pekerjaan untuk diri kita,” tuturnya.
“Kalau untuk proyek yang komersil, ya pakailah kamera DSLR ya. Karena bagaimanapun resolusi kamera HP dengan kamera DSLR itu jauh berbeda,” imbuhnya.
Ali mengaku bangga dengan siswa-siswi SMK IPIEMS yang berhasil memeriahkan acara pangkalan visual. Menurut dia, untuk bisa menyelenggarakan acara di Mall sebesar Grand City itu bukanlah hal yang mudah.
“Ngomongin Event ini, saya pikir adalah hal yang luar biasa ya. Anak-anak SMK yang kemudian berani tampil di Mall yang sebesar Grand City ini kan tidak mudah. Beberapa kemampuan dan keterampilan yang digabungkan menjadi satu dalam event ini menjadikan event ini semakin spektakuler," ungkapnya.
Jurnalis foto ini berharap, keilmuan dan skill yang dimiliki oleh para pelajar SMK IPIEMS terus di asah. Laman sosial media setiap siswa juga diharapkan dipenuhi dengan karya-karya, baik berupa foto, video, audio visual dan lainnya. Karena selain untuk menunjukkan eksistensi, media sosial juga bisa menjadi media promosi pribadi.
"Dari situ, publik bisa melihat, sejauh apa kualitas anak esemka IPIEMS," tutupnya.
Bincang santai fotografi ponsel inipun diakhiri dengan kompetisi foto. Peserta lokakarya diberikan waktu selama 10 menit untuk hunting di area mall. Karya-karya hasil jepretan kamera ponsel itupun langsung di juri. Hanya saja, penjurian yang seharusnya dilakukan oleh Ali sebagai pemateri diserahkan ke audience. Pemenang ditentukan seberapa banyak tepuk tangan saat foto ditampilkan.
Alasannya, menjuri foto tidak bisa dilakukan seorang diri. Minimal harus ada 3 orang juri. Disisi lain, penjurian terbuka itu sebagai edukasi bahwa karya foto yang sudah di publish, baik atau tidaknya ditentukan oleh publik juga.
Editor : Ali Masduki